Di tengah harapan panjat tebing bisa meraih emas Olimpiade 2024 di Paris, ada masalah-masalah yang harus dihadapi dan dituntaskan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI).
FPTI atau Timnas Panjat Tebing masih kesulitan dalam menuntaskan masalah biaya terkait pengadaan perlengkapan nomor lead dan boulder.
Karena itu Pelatih Timnas Panjat Tebing Hendra Basir mengatakan nomor speed hanya tinggal melanjutkan pembinaan atau melakukan pembaruan kualitas atlet. Dengan begitu speed Indonesia tetap bertahan di posisi yang diperhitungkan dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara di nomor lead dan boulder, Indonesia kewalahan dalam penyediaan sarana latihan. Point atau pegangan/pijakan di wall climbing lead dan boulder yang bersertifikasi Federasi Panjat Tebing Internasional (IFSC), wajib impor dan harganya tidak murah.
"Rata-rata Rp7 juta harganya (per point), ini ada 500 point [untuk papan lebar 10 meter]. Dikali saja totalnya berapa. Bisa Rp3,5 miliar. Harganya itu sudah termasuk pajak dan ongkos kirim karena kita beli dari Eropa barangnya," ujar Hendra Basir kepada CNNIndonesia.com.
"Indonesia produksi (point) juga sebenarnya, tapi tidak ada lisensi dari IFSC. Kalau mau persiapan kan harus yang terstandar juga. Ini kita beli dari tahun 2018 waktu persiapan Asian Games," ucap Hendra menambahkan.
Indonesia terkendala dengan pengadaan point lantaran setiap tahun perangkat tersebut selalu berubah. Dalam setiap turnamen, bentuk jalur atau poin kategori lead dan boulder dipastikan selalu berubah atau berbeda.
"Ibaratnya sekarang kita mau perang pake AK47, sementara di luar sana sudah pakai meriam, segala macam yang sudah otomatis, selesai juga kita," ujar mantan pelatih panjat tebing DKI Jakarta itu.
Untuk bisa tangguh di lead dan boulder, atlet Indonesia tentu saja harus terbiasa dengan point atau perkembangan industri tersebut. Sayangnya hal itu belum sepenuhnya bisa dipenuhi FPTI.
"Budget kan terbatas, untuk mengatasinya kita kerja sama dengan vendor lokal untuk meniru point agar mirip dengan aslinya. Ini untuk latihan saja," ucap Hendra.
Solusi lain yang ditempuh timnas panjat tebing Indonesia adalah 'subsidi silang'. Saat ini hanya nomor speed saja yang mendapat pendanaan dari pemerintah melalui Kemenpora.
Hanya saja, jika tidak bergerak, lead Indonesia tidak akan berkembang. Karena itu dalam beberapa kesempatan mengikut kejuaraan, Timnas Panjat Tebing harus merogoh kocek sendiri guna membantu atlet-atlet lead.
Panjat tebing di Indonesia memang tidak seperti sepak bola, badminton, atau bola voli yang lebih populer dan merakyat di Tanah Air.
Di Indonesia, pesepakbola, atlet badminton, hingga pemain voli bisa menjadi profesi. Ketika kompetisi tengah libur atau dalam jeda yang cukup panjang, atlet-atlet ini masih bisa mendapatkan penghasilan dari bermain di tarkam (antarkampung).
Akan tetapi bagaimana dengan di panjat tebing?
Untuk atlet-atlet panjat tebing level tim nasional rasanya tidak perlu khawatir.
Setelah berhasil di timnas dengan juara di sejumlah event internasional bergengsi seperti SEA Games, Kejuaraan Asia, Piala Dunia, Kejuaraan Dunia, atau bahkan di Olimpiade, pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa menjadi hadiah dari pemerintah melalui Kemenpora.
'Bonus' lain dari menjadi atlet top di level nasional dan internasional adalah rezeki yang datang dari pihak sponsor, endorse suatu produk, bahkan iklan.
Sekalipun tidak menjadi atlet nasional atau hanya sebatas atlet level daerah yang biasa mengikuti Pekan Olahraga Daerah (Porda) atau Pekan Olahraga Nasional (PON), atlet panjat tebing tetap bisa mendapatkan pemasukan yang mencukupi.
Akan tetapi menurut mantan atlet Timnas Panjat Tebing dan juga kontingen DKI Jakarta, Mudji Mulyani, atlet level daerah tetap bisa mendapatkan kehidupan yang layak dari panjat tebing dengan jadi pelatih komunitas atau klub, pelatih di sekolah atau kampus. Namun hal itu masih terbatas di Pulau Jawa atau beberapa kota besar di luar Jawa.
FPTI tentu memiliki tantangan besar dalam menjadikan panjat tebing sebagai industri olahraga. Terlebih lagi minat masyarakat Indonesia terhadap cabang ini makin meningkat seiring prestasi yang dibuat Timnas Panjat Tebing.
Dewan Penasihat FPTI Sapto Hardiono saat diwawancara CNNIndonesia.com mengatakan, saat ini banyak gym-gym panjat dinding yang muncul di Jakarta dan beberapa daerah penyangga.
Tidak hanya itu, papan panjat atau wall climbing juga kini banyak dibuat pemerintah daerah atau komunitas di sejumlah daerah di Indonesia.
"Secara struktur belum ada [FPTI kerja sama dengan swasta]. Memang kita belum masuk ke wilayah itu, secara keorganisasian, karena keterbatasan kita untuk bisa menjangkau semua wilayah dari panjat tebing ini," ujar Sapto.