Jaminan hidup dari panjat tebing tidak melulu harus menjadi atlet pelatnas yang dijanjikan posisi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menjadi atlet-atlet di tingkat daerah juga tetap bisa mendapatkan pemasukan yang layak. Mantan atlet timnas panjat tebing Indonesia, Evi Neliwati, membenarkan rezeki sebagai atlet tidak melulu dari PNS. Atlet tingkat daerah juga bisa menjadikan panjat tebing sebagai profesi.
"Bisa saja, saya gak PNS, kita kembali ke rezeki masing-masing. Sumber rezeki itu gak melulu dari PNS, kalau kita hanya berharap PNS, berarti kita menyisihkan Allah," ucap Evi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapannya bukan cuma PNS saja. Tergantung nanti. Gak cuma di tingkat internasional atlet bisa menghasilkan uang, kan di nasional juga ada kejuaraan terbuka ada hadiahnya juga. Melatih klub-klub, melatih daerah," tutur Evi menambahkan.
Menjadi atlet andalan daerah juga membuka peluang mendapatkan hadiah menggiurkan guna bertahan hidup.
Mantan atlet timnas panjat tebing putri dan kontingen DKI Jakarta Mudji Mulyani mengatakan pada era sekarang menjadi atlet panjat tebing bisa menunjang kehidupan.
"Kalau untuk sekarang jadi atlet itu menjanjikan, dibandingkan zaman saya, lebih menjanjikan sekarang," ujar Mudji, Selasa (1/8).
Mudji juga sepakat memiliki kehidupan yang layak dari panjat tebing tidak harus pada level tim nasional. Berkarier di level daerah di beberapa kota besar juga bisa mendapatkan penghasilan yang baik.
"Tergantung daerahnya. Kalau masih di Jawa dan di kota-kota besar di luar Jawa, mereka mungkin bisa menunjang kehidupannya juga. Tapi kalau di daerah-daerah lain, saya belum tahu, mungkin masih sebatas hobi. Di Jawa itu sudah lebih profesional," tutur Mudji yang juga pemilik klub Aspar Jaelolo Climbing Club (AJCC).
Sebagai gambaran, di level tingkat kota atau kabupaten, seorang atlet panjat tebing bisa mendapatkan bonus medali pekan olahraga provinsi (Porprov) belasan hingga puluhan juta rupiah.
Nominal lebih besar bisa didapat atlet jika juara Pekan Olahraga Nasional (PON). Sebagai contoh pada PON 2020 di Papua, atlet dari kontingen DKI Jakarta mendapatkan bonus Rp200 juta untuk medali emas dan Rp100 juta untuk medali perak.
Angka serupa didapat atlet dari kontingen Jawa Tengah yang menerima Rp200 juta untuk medali emas PON dan Rp150 juta untuk medali perak.
Tidak ingin kalah dalam pemberian bonus, Pemprov Kalimantan Barat memberikan bonus Rp212 juta untuk emas, Rp53 juta untuk perak, dan Rp31,8 juta untuk perunggu.
Pemprov Jawa Timur memberikan bonus yang sedikit lebih besar dengan angka mencapai Rp250 juta untuk emas, Rp110 juta untuk perak, dan Rp50 juta untuk perunggu.
Jawa Barat jadi Pemprov dengan pemberian bonus paling besar untuk PON Papua. Jabar menyerahkan bonus Rp300 juta untuk per keping emas, perak Rp125 juta, dan perunggu Rp60 juta.
Meski demikian menjadi atlet berarti harus memperhatikan risiko cedera atau tidak lagi masuk pelatnas serta pelatda.
Seperti atlet cabang lain, atlet panjat tebing juga wajib memiliki perencanaan yang baik jika tidak lagi berkarier. Atlet tim lead panjat tebing Indonesia Sukma Lintang Cahyani jadi salah satu yang mulai mempersiapkan hal tersebut.
Meski baru tiga tahun terakhir masuk pelatnas panjat tebing, Lintang memutuskan melanjutkan pendidikan dengan masuk Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun ini.
"Kata orang tua, kalau nanti sudah gak jadi atlet, ya jadi pekerja kantoran bisa, jadi pelatih nanti juga bisa, atau masuk ke pelatih timnas. Ya lihat nanti saja seperti apa ke depannya. Saat ini masih fokus di panjat tebing," kata Lintang.