Pertandingan kualifikasi berbeda dengan turnamen. Saat turnamen biasanya disusun program agar performa puncak tercapai saat final, tetapi di kualifikasi semua kemampuan dikeluarkan.
Tak ada istilah menyimpan tenaga. Mengingat Kualifikasi Piala Asia U-23 2024 hanya dua laga, kemampuan terbaik sepantasnya dikeluarkan sejak pertandingan pertama.
Kekhawatiran kekuatan dibaca lawan, bukan saatnya pula jadi alasan. Dalam pertandingan kualifikasi semacam ini malahan saling gertak sejak awal. Ini jadi semacam perang psikologis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perang psikologis biasanya tercipta dalam laga kualifikasi dengan sistem terpusat. Indonesia U-23 pun sepantasnya mengingatkan lawan akan kualitas permainan yang dimiliki.
Tanpa bermaksud meremehkan Taiwan, Indonesia U-23 unggul segalanya. Menghadapi tim yang didominasi atlet-atlet kampus atau universitas harusnya bisa diatasi dengan mudah.
Apalagi Shin punya daftar pemain yang merata. Semua posisi, dari kiper hingga striker, didominasi pemain-pemain dengan jam terbang internasional, termasuk bersama tim senior.
![]() |
Komposisi menyerang habis-habisan sekiranya pula ditampilkan Shin. Tak ada alasan bagi pelatih asal Korea Selatan itu untuk bermain bertahan. Taiwan bukan lawan tipikal penyerang.
Untuk pertandingan ini bisa pula Shin menurunkan pemain yang dianggap pelapis. Pemain seperti Titan Agung atau Reyhan Hannan layak diberikan kesempatan debut.
Tentu pula itu dilakukan ketika kemenangan besar sudah di depan mata. Tanpa kemenangan besar, misal Taiwan mampu bertahan dengan kompak, serangan kudu ditingkatkan.
Sejarah mencatat, Timnas Indonesia (di semua lapisan usia) terakhir kali menang besar di Kualifikasi Piala Asia U-16 2018. Ketika itu Indonesia menang 15-1. Usai itu tak ada lagi pesta gol.
Karenanya laga kali ini bisa menjadi sarana untuk pesta gol. Bukan pesta gol untuk gaya-gayaan atau mempermalukan lawan, tetapi mencari modal menatap laga krusial.