Asian Games telah selesai dan Tim Badminton Indonesia tidak punya waktu dua tahun untuk bersiap menuju Olimpiade seperti edisi-edisi Asian Games sebelumnya. Hanya ada waktu sembilan bulan menuju Olimpiade dan pelaksanaan poin-poin evaluasi yang telah dipaparkan itu yang bakal dinanti hasilnya.
Fisik pemain akan ditingkatkan. Cedera-cedera pemain akan ditangani dengan baik. Massa lemak pemain bakal diperhatikan lebih serius. Motivator dihadirkan dan sesi konseling dengan psikolog di luar pelatnas diizinkan.
Poin-poin ini adalah poin-poin yang detail pelaksanaannya perlu diperhatikan perkembangan dari hari ke hari. Kontrol ketat terhadap poin-poin yang diterapkan adalah hal yang mutlak dilakukan, termasuk membentuk tim yang bertugas mengawal ketat poin-poin yang masuk dalam pemantauan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan pemantauan detail dari hari ke hari, minggu ke minggu, PBSI akan punya data perkembangan tiap atlet. Alhasil, kondisi pemain tidak akan terlihat berdasarkan pemantauan lewat mata saja, melainkan didukung dengan data.
Atlet-atlet yang masuk prioritas menuju Olimpiade Paris 2024 tentu harus dikedepankan berkaitan dengan pemantauan berkala. Dan yang terpenting, prioritas atlet Olimpiade oleh PBSI tidak boleh hanya memberi batas hanya pada dua atlet/pasang per nomor. Mereka yang masih berpeluang lolos tetap wajib dimasukkan dalam atlet prioritas sehingga persaingan internal tetap tercipta.
Dalam paparan evaluasi PBSI, masalah terbesar soal penanganan cedera atau keputusan untuk ikut turnamen lebih selektif adalah terkait perjuangan merebut tiket menuju Olimpiade Paris 2024. Keinginan untuk selektif mengikuti turnamen, termasuk agar terhindar dari cedera, bakal berbenturan dengan harapan meraup banyak poin demi tiket Olimpiade 2024.
![]() |
Terlebih untuk nomor tunggal putra, ganda putra, dan ganda campuran yang persaingan di internal terbilang masih terbuka. Gregoria Mariska di nomor tunggal putri dan Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva terbilang aman karena posisi mereka cukup aman sebagai wakil terdepan di masing-masing nomor.
Untuk Gregoria dan Apri/Fadia, pilihan untuk selektif mengikuti turnamen bisa dilakukan. Baik itu bertujuan untuk menjaga cedera maupun mengatur peak performance.
Sedangkan di tiga nomor lainnya, persaingan internal terbilang masih terbuka. Hal ini yang bisa jadi mendorong terganggunya keinginan untuk lebih selektif memilih turnamen jelang Olimpiade di tahun depan.
Pilihan-pilihan krusial ini yang bisa jadi penentu dalam beberapa bulan mendatang. Karena itulah dalam upaya menetapkan pilihan yang tepat, PBSI butuh data penunjang dalam keseharian atlet-atlet yang berlaga.
PBSI telah menyuarakan poin-poin evaluasi yang diperlukan untuk perbaikan. Kini, PBSI tidak boleh bergerak lambat. Mereka dituntut bergerak cepat dan cermat dalam waktu yang singkat. Bila PBSI kembali mengambil langkah yang lambat, bisa jadi Tim Badminton Indonesia kembali tidak selamat.