Jakarta, CNN Indonesia --
Pramudya Kusumawardana dan Yeremia Rambitan masih berdiri di sisi lapangan yang sama. Namun kata 'kita' di antara mereka sepertinya tak lagi sama.
17 Juni 2022, Pram/Yere meraih match point di angka 20-17 dalam duel lawan Aaron Chia/Soh Wooi Yik di perempat final Indonesia Open. Pram dan Yere saling berteriak penuh semangat saat mendapat tiga match point di tangan.
Dalam kondisi di ambang kemenangan, Yeremia lalu terjatuh dan mengalami masalah pada lutut kirinya. Pram lalu menunjukkan rasa khawatir saat menghampiri Yere yang terjatuh di lapangan. Dokter datang dan melakukan perawatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yeremia Rambitan memutuskan untuk melanjutkan permainan. Meski kembali terjatuh dan mendapat pertanyaan dari wasit untuk memastikan kondisinya, Yere tetap menyatakan ingin melanjutkan pertandingan.
Ketika laga dimainkan, Yere sudah sulit untuk sekadar berdiri tegak di depan net. Pram yang kemudian melakukan cover area mengejar shuttlecock ke seluruh penjuru lapangan.
Pram/Yere kalah 20-22 di laga tersebut. Namun Pram/Yere menunjukkan kekuatan tekad yang besar untuk terus mengejar kemenangan ketika kondisi sejatinya tidak memungkinkan.
13 Oktober 2023, Pram dan Yere ada di Finlandia. Mereka sedang menghadapi Man Wei Chong/Tee kai Wun di babak perempat final Arctic Open.
Dalam laga itu, tak lagi terlihat Pram dan Yere yang saling berteriak memberi semangat. Tidak ada toast telapak tangan yang sejatinya seolah jadi agenda rutin tiap ganda saat menyelesaikan sebuah reli, baik saat berhasil maupun gagal dalam reli tersebut.
Yang ada adalah pemandangan aneh tiap satu poin telah diselesaikan. Ketika Pram bergerak ke kiri, Yere akan melangkah ke kanan. Ketika Pram maju ke depan, Yere bergerak ke belakang.
Seolah lapangan badminton seluas 13x6 meter itu sangat luas sehingga keduanya kesulitan bertemu pandang dan saling memberikan dukungan. Kata 'kita' di antara mereka pun kemudian mendadak lenyap entah kemana.
 Pram/Yere memenangkan medali emas SEA Games tahun ini. (REUTERS/CINDY LIU) |
Yang lebih menyedihkan, pemandangan yang diperlihatkan Pram/Yere pada laga lawan Man/Tee bukanlah pemandangan pertama yang mereka tunjukkan di Arctic Open. Di dua laga sebelumnya, Pram/Yere sudah berlaku sama.
Kemenangan dan kesempatan main yang kembali datang bukan malah dijadikan Pram/Yere sebagai kesempatan untuk melakukan perbaikan dalam komunikasi di lapangan. Kemenangan malah seolah jadi pembenaran bahwa jalan yang mereka tempuh, dengan lebih banyak diam, adalah yang terbaik karena tetap mendatangkan kemenangan di tangan.
Dan yang lebih menyesakkan, Pram dan Yere mengambil sikap saling diam di Finlandia, padahal mereka sudah diingatkan sebelum keberangkatan.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Nomor ganda di badminton selalu menghadirkan kemungkinan-kemungkinan yang menarik untuk disaksikan. Pemain A yang tak cocok berpasangan dengan B [padahal B pemain bintang], bisa jadi malah menghadirkan kekuatan luar biasa ketika dipasangkan dengan C yang kemampuannya dinilai biasa-biasa saja. Pun begitu dengan berbagai kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Hal itu lantaran tiap-tiap individu yang berdiri di lapangan punya karakteristik yang berbeda. Dalam ganda, satu individu ditambah satu individu bisa menghadirkan jumlah kekuatan yang sulit ditebak dan diduga. Mereka bisa saling melengkapi sehingga memunculkan kekuatan yang dahsyat di hadapan lawan.
Namun tentunya ada syarat kuat untuk bisa menghadirkan hal tersebut. Syarat itu adalah ada ikatan erat di lapangan. Ada chemistry yang terlihat di tiap pertandingan.
Khusus untuk Pram dan Yere di Arctic Open, hal-hal tersebut tidak tampak. Bila dijabarkan dengan angka, kombinasi Pram dan Yere di lapangan hanya menghasilkan kekuatan bernilai dua.
Tidak ada nilai-nilai tambahan yang seharusnya bisa dihasilkan sepasang pemain berpasangan. Nilai Pram/Yere hanya dua karena mereka terlihat seolah sebagai dua pemain tunggal yang kebetulan berdiri di lapangan yang sama.
Dalam sikap yang ditampilkan oleh mereka di pekan ini, Pram dan Yere harus mengingat-ingat ada banyak tanggung jawab yang mereka genggam saat berdiri di lapangan.
Tanggung jawab pertama tentu tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri. Sebagai pemain, Pram dan Yere sudah semestinya bersikap profesional.
Sepasang pemain ganda tidak perlu akrab di luar lapangan. Namun ketika keduanya masuk ke lapangan, mereka harus jadi sosok yang saling melengkapi, mengisi dan menyemangati.
 Pram/Yere merebut gelar juara Asia pada 2022. ( Arsip PBSI) |
Di kostum milik mereka, bukan hanya nama mereka yang terpajang, melainkan juga nama Indonesia. Itulah tanggung jawab kedua mereka. Pram dan Yere punya kewajiban membela nama Indonesia dengan seluruh kemampuan dan tenaga yang mereka punya.
Tanggung jawab mereka berikutnya tentu terkait sponsor. Dengan kontrak yang mengikat mereka, penampilan maksimal adalah salah satu kompensasi yang seharusnya mereka berikan.
Kemenangan adalah hal yang diperjuangkan dan hasilnya terkadang tak sesuai dengan keinginan. Namun ketika sepasang pemain ganda sudah sulit untuk seirama, kemenangan akan makin jauh dari jangkauan.
Pram dan Yere masih diberikan kesempatan. Aryono Miranat akan berbicara dengan mereka saat ketiganya bertemu di Denmark.
Pram dan Yere harus segera mengambil sikap. Bila mereka memang masih punya cara pandang yang sama sebagai pasangan, perbaikan komunikasi mutlak segera dilakukan.
Kesalahan yang telah lewat harus cepat dilupakan dan langkah terpenting adalah kembali saling percaya menghadapi pertandingan-pertandingan yang datang.
Namun bila memang mereka sudah tak lagi satu tujuan, lebih baik berpisah sambil mengingat kenangan-kenangan indah di belakang. Hal itu jauh lebih baik dibanding tetap melangkah bersama namun tidak ada lagi kata 'kita' di antara mereka.
[Gambas:Video CNN]