Waktu aktif sebagai pembalap saya sempat dijuluki Raja Sentul. Bagi saya itu kehendak Allah karena setiap balap di Sentul saya selalu juara di semua kelas mulai 110 cc, 125 cc, 150 cc, dan 600 cc. Bahkan, orang-orang sampai bilang begitu 'Ahmad Jayadi itu kalau balapan di Sentul tutup mata juga juara'.
Di samping cerita berkesan tentunya saya juga punya cerita yang paling menyedihkan dalam karier yaitu ketika kecelakaan parah waktu kualifikasi Road Race Kejurnas di Indramayu pada 2004. Ini menjadi kecelakaan paling parah yang saya alami. Sampai orang-orang mengira saya sudah meninggal.
Awalnya, saya sudah memimpin catatan waktu saat kualifikasi di Kejurnas Indramayu. Saat sesi kualifikasi masih berlangsung saya kemudian ketiduran di paddock. Di lima menit terakhir kualifikasi, tiba-tiba mekanik saya datang dan membangunkan saya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bilang posisi saya sekarang ada di nomor kedua, sedangkan Hendriansyah rival saya menempati urutan satu dengan keunggulan 0,2 detik. Ya sudah saya masuk trek lagi karena saya yakin satu atau dua lap lagi bisa mengalahkan catatan waktu Hendriansyah.
Pas keluar, saya paksa memacu motor dengan kecepatan tinggi di tikungan. Di situ saya mengalami kecelakaan parah. Saya 'terbang' dari motor dan badan saya terbentur tiang listrik. Seketika saya langsung tidak sadarkan diri. Saya langsung dilarikan ke rumah sakit.
Alhamdulillah saya masih hidup. Walaupun, saya harus hilang ingatan selama enam bulan. Semua memori saya hilang. Saya tidak kenal orang sama sekali. Bahkan, misalnya saya baru ngobrol sama seseorang tak lama kemudian saya langsung lupa apa yang kami bicarakan.
Setelah kejadian itu saya dibawa pindah-pindah rumah sakit dari Indramayu, Cirebon, Jakarta, hingga Karawaci. Terakhir saya MRI di Karawaci, dokter bilang saya tidak apa-apa. Meskipun saya alami luka dalam. Tapi, ternyata alhamdulillah dampaknya tidak terlalu parah karena saya pakai helm bagus dan terbaik.
Sejak saat itu (2004) saya putuskan tidak mau lagi balapan road race di sirkuit buatan. Maksudnya sirkuit non permanen yang pembatasnya pakai karung beras itu karena di situ ada trotoar, ada tiang listrik, dan sebagainya. Itu bahaya. Saya hanya mau balap di sirkuit permanen.
Dilalahnya ada seleksi dari tim Suzuki untuk kejuaraan Asia Supersport 600cc. Jadi ada tim Jepang butuh satu pembalap dari Indonesia. Alhamdulillah saya lolos seleksi. Sejak saat itu saya juara terus di 600cc. Saya tidak terkalahkan di Sentul kalau balap 600cc.
Mungkin itulah kenapa orang menyebut saya legenda karena tidak akan mungkin ada orang yang kayak saya bisa juara di seluruh kelas. Dari kelas 110cc, 125cc, 150cc sampai 600cc juara semua. Mungkin sampai saat ini belum ada pembalap di Indonesia yang kariernya seperti saya.
Padahal di awal karier, saya tidak begitu mengerti dunia balap motor itu seperti apa, karena lingkungan saya itu bukan lingkungan pembalap. Saya itu tinggal lingkungan yang religius. Ayah saya lulusan pesantren, hari-harinya jadi guru ngaji dan pedagang material.
Saudara-saudara saya juga lulusan pesantren, jadi tidak ada lingkungan motor awalnya. Seharusnya mungkin arah masa depan saya waktu itu ya jadi ustaz. Tapi tahu-tahu saya berkarier di dunia motor.
Mungkin karena awalnya waktu kecil usai saya disunat saya dapat hadiah sepeda BMX. Kata orang kampung saya tuh kalau ada lomba sepeda waktu 17 Agustus-an selalu ugal-ugalan dan juara terus. Dari situ makanya saya punya bakat balap. Sampai-sampai saya coba untuk ikut road race hingga akhirnya jadi pembalap sampai akhirnya saya pensiun 2011.