Jakarta, CNN Indonesia --
Jeka Saragih akan menjadi petarung pertama Indonesia yang tampil di UFC saat melakoni debut di UFC Fight Night 232, 18 November mendatang. Demi nama baik Indonesia dan keluarga, Jeka 'menghantam' banyak rintangan sebelum debut di octagon.
Setelah menandatangani kontrak bersama UFC pada Februari 2023, Jeka Saragih akan menjalani debut di UFC dengan melawan Lucas Alexander.
Duel kelas bulu antara Jeka vs Alexander akan terjadi di UFC Fight Night 232 yang rencananya akan digelar di UFC Apex, Las Vegas, Amerika Serikat, 18 November mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertarungan debut Jeka Saragih di UFC sempat mendapat sorotan. Pasalnya UFC dua kali mengganti lawan untuk Jeka. Awalnya petarung 28 tahun itu dijadwalkan melawan Jesse Butler.
Butler kemudian mengalami cedera dan digantikan Charlie Campbell. UFC lagi-lagi mengubah lawan untuk Jeka, menjadi Lucas Alexander.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNNIndonesia.com, Jeka Saragih bercerita mengenai persiapan jelang debut di UFC, rasa rindu terhadap keluarga, hingga janjinya di UFC Fight Night 232.
Bagaimana persiapannya jelang debut di UFC?
Persiapannya sudah sesuai yang diinginkan, semua berjalan lancar begitu juga dengan berat badan. Tinggal tujuh kilogram lagi dan tunggu hari H.
Bagaimana bisa turun tujuh kilogram karena waktu pertandingan sudah dekat?
Itu sudah biasa dilakukan. Untuk menurunkan tujuh kilo misalnya, biasanya waktu pagi saya sudah mulai menurunkan berat badan dan bisa dalam semalam juga 4-5 kilo dengan program di sini.
Jelang debut, lawan berganti dua kali. Apa dampaknya untuk persiapan pertarungan?
Kalau perubahan signifikan tidak ada, tapi perubahan tetap ada, karena gaya bertarung mereka berbeda. Alexander ini latar belakangnya BJJ dan dia bagus di situ, tapi secara umum tidak berpengaruh ke latihan saya.
Apa bedanya latihan MMA (Mixed Martial Arts) di Amerika Serikat dengan di Indonesia?
Banyak perbedaannya, kalau di Amerika Serikat, ketika stand fighting, benar-benar stand fighting, kalau BJJ [Brazilian Jiujitsu] ya BJJ saja.
Di sini latihan stand fighting misalnya, memang yang benar-benar dibutuhkan di MMA. Begitu juga dengan ground fighting, itu betul-betul yang dibutuhkan.
Jadi benar-benar belajar ilmu MMA di sini. Itu yang dibutuhkan untuk bisa take down lawan dan siap mengantisipasi kuncian lawan. Kemudian ketika lawan menyerang, kami juga harus siap. Itu kira-kira bedanya di Amerika.
Latihan di Amerika Serikat bisa dibilang lebih gila dibandingkan di Indonesia?
Kalau dibilang begitu, jelas lebih gila menurut saya. Karena saya banyak latihan bertumpu dengan lawan. Kalau di kelompok latihan itu di atas saya semua [kelasnya]. Itu mempengaruhi mental saya untuk bertarung.
Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>
Bicara soal Indonesia, sempat pulang berapa kali selama di sana?
Pulang paling lama dua bulan, terakhir pulang itu bulan April dan kembali ke Amerika bulan Juli.
Seberapa kangen dengan Indonesia?
Pastinya kangen, tapi lebih kangen istri dan anak. Namanya juga berjuang jadi semua harus dikorbankan demi nama baik keluarga.
Selain itu juga bawa nama baik Indonesia. Ini baru pertama atlet Indonesia main di UFC selama 31 tahun UFC ada. Ada 87 negara yang pernah main di sini.
Anak masih balita, apakah banyak perkembangan anak yang tidak disaksikan langsung sebagai ayah?
Ya, kalau saksikan paling video call setiap hari. Jadwal video call paling menyesuaikan latihan.
Saya yang lebih banyak nelepon duluan karena tahu waktunya. Tapi suka ganti-gantian juga.
Perbedaan waktu Amerika dan Indonesia menyulitkan?
Tidak juga sih, karena di sini jam 6 pagi, di sana jam 8 malam. Saya juga tahu, kalau sudah terlalu malam tidak saya telepon.
Apa kesulitan selama di Amerika?
Kalau suhu dan iklim tidak sulit. Musim panas dan dingin biasa saja karena tidak banyak keluar juga. Paling dari bahasa saja.
Kalau dari makanan, tidak ada. Karena di sini saya diet dan makanannya daging-daging dan sayur. Sama juga dengan yang saya makan di Indonesia.
Saya tidak boleh banyak makan cabai, garam. Jadi biasa saja kalau soal makanan. Kangen makanan Indonesia ya, tapi memang tidak bisa juga saya makan itu.
Memang ingin makanan Indonesia apa selama di sana?
Hmm, enggak tahu. Mungkin karena terlalu fokus juga di sini.
Kembali lagi ke pertarungan. Lawan nanti lebih sering kalah di ground fighting. Hal-hal seperti ini sudah diperhatikan?
Kalau melihat rekor Lucas, dia 11 kali bertanding dengan delapan kali menang dan tiga kali kalah. Kekalahannya itu submission. Tapi memang gaya bertarungnya sama seperti saya di stand up fighting.
Tapi bukan berarti saya sepele di ground fighting-nya, karena dia punya sabuk cokelat di BJJ. Yang ditakutkan kalau dia jago stand up fighting, tapi tiba-tiba mengajak ground fighting.
Makanya saya antisipasi saya mau ground atau stand up. Dia memang stand bagus, tapi saya siap saja mau bagaimana pun. Ini Indonesia!
Dengan waktu debut yang cukup lama dari menandatangani kontrak, apa pengaruhnya? Ada perasaan gugup?
Kalau nervous tidak ada, karena saking lamanya di sini jadi ingin cepat-cepat main. Jadi tidak ada perasaan itu, jantungan wajar namanya manusia tapi tidak separah itu. Kalau bisa besok mau tarung bisa saja, yang penting cepat.
Selama di Amerika, apakah mendapat dukungan orang-orang atau petarung Indonesia?
Kalau di sini, saya banyak bertemu orang Indonesia. Kemarin beberapa acara saya diundang seperti acara Hari Kemerdekaan, ada Uya Kuya, D'Masiv.
Ada kabar UFC akan gelar pertarungan di Indonesia, bagaimana pendapatnya?
Tentu bagus, saya inginnya pemerintah ikut berperan. Saya di sini bertarung jam 7 malam, di Indonesia berarti pagi. Tapi di televisi tidak bisa menyiarkan.
Jadi pemerintah jangan menganggap MMA ini kekerasan. Karena setelah pukul-pukulan kami pelukan. Ini justru bisa mempersatukan antarnegara.
Sama kayak sepak bola kalau kita ambil sisi positifnya. Saya sebelumnya tidak kenal dengan teman-teman di Amerika, Inggris, dan Italia. Sekarang saya kenal dan itu justru bagus.
Pemerintah harus gesit dan mengambil peran agar UFC ini jadi olahraga yang pesat perkembangannya. Kalau bisa seperti Singapura yang tidak punya atlet tapi bisa menggelar ajang ini.
Apa yang bisa dijanjikan seorang Jeka Saragih jelang debut di UFC?
Yang ingin saya persembahkan pasti hasil terbaik, pertandingan terbaik. Apapun itu saya lakukan. Itu janji saya.
Bagaimana peran Mola Sport selama latihan di sana?
Bisa dibilang 100 persen saya di sini berkat Mola Sport. Tanpa Mola Sport saya tidak bisa menginjakkan kaki di Amerika.
Saya pernah jadi atlet Kejurda, tapi belum spesial sampai saat ini. Mereka mengistimewakan atlet yang butuh perhatian. Kalau kayak kami ini setiap latihan ada saja cedera, dan itu difasilitasi mulai dari vitamin sampai penginapan.
Bisa dibilang juga ini membuka petarung muda Indonesia untuk bisa ke sini. Ada Mola Sport Academy juga di sini, ada 11 orang yang diorbitkan Mola Sport dan itu membantu anak-anak muda yang suka olahraga dan menyalurkan bakatnya di kancah internasional.