Jadi kamu melihat pendidikan ini sebagai jalan baru agar kami bisa punya passion dalam hidup lagi?
Iya betul. Saya juga percaya bahwa tidak ada ruginya mengejar pendidikan. Karena semua orang berhak atas pendidikan, apalagi pendidikan yang layak.
Pendidikan itu alat untuk bisa bertahan di dunia, jadi saya mencoba mengembalikan gairah dalam hidup saya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar belakang keluarga kamu kuat soal pendidikan?
Papa dan Mama itu kuliah di Indonesia. Kalau Papa, memang pemikirannya jangka panjang jadi pendidikan itu memang keharusan.
Sistem di Indonesia kan tidak bisa dua-duanya jalan untuk olahragawan, makanya dia sempat khawatir saya bakal kayak apa kalau jadi atlet.
Soalnya di junior saya juga sempat kesulitan. Papa tanya mau lanjut atau tidak. Orang tua juga kasih kursus ke saya, seperti kursus bahasa Inggris karena dalam anggapan kami memang seseorang harus berpendidikan.
Saya rasa pendidikan adalah keharusan. Orang tua saya memang sempat khawatir karena saya sekolah sampai SD doang. SMP dan SMA bisa dibilang skip, tidak sekolah formal, hanya ijazah saja.
Saya bisa saja tetap di Indonesia untuk kuliah, tetapi bagi saya buat apa bila hanya dapat ijazah doang tanpa aktif berkuliah dan berkegiatan di kampus secara normal.
Kenapa pilih sport science? Belum bisa sepenuhnya lepas dari dunia olahraga?
Mungkin karena saya sudah ada di industri olahraga sejak kecil. Saya juga aktif menyukai olahraga. Belakangan ini di Indonesia, sport science belum diimplementasikan meski pengetahuannya sudah ada.
Saya makin penasaran dengan sport science. Selain itu saya juga tertarik dengan psikologi. Jadi mau menggabungkan sport science dengan psikologi.
Saya ingin melakukan hal yang saya suka.
Berarti kamu ambil dua jurusan sekaligus?
Iya double degree. Jadi Bachelor of Sport Science dan Bachelor of Psychology. Itu memang dua jurusan yang berbeda tetapi di sini saya bisa mengambil dua jurusan yang berbeda.
![]() |
Kuliah di Australia dapat beasiswa?
Saya memilih Australia karena kesempatan yang ditawarkan. Ada kualitas universitas yang bagus.
Di Australia, beasiswa juga tidak bisa 100 persen, tetapi yang paling memungkinkan dari segi situasi itu, dari Australia.
Berarti di Australia tetap akan main badminton?
Jika mau dapat permanent resident, tinggal di sini dan paspor masih Indonesia, tentu ada feedback yang harus saya berikan. Karena saya sudah dapat beasiswa.
Feedback-nya saya sebagai atlet main badminton untuk Australia.
Di Australia, badminton masih dalam taraf berkembang. Jadi levelnya tidak setinggi di Indonesia yang harus jadi juara dunia.
Kalau masih mau jadi juara dunia tentu saya tetap ada di Indonesia, tetapi motivasi saya sudah bukan itu lagi.
Di Australia saya tetap main badminton, tetapi untuk pemenuhan syarat permanent resident dan tidak lagi berada di lingkungan yang kompetitif seperti sebelumnya.
Hal apa yang membuat kamu merasa iklim di badminton itu menghadirkan tuntutan yang tinggi?
Mungkin karena badminton di Indonesia itu populer dan historinya juga bagus. Jadi Indonesia sudah memiliki standarnya sendiri.
Dan belum juga target pribadi. Jadi kalau target sudah tidak bisa dipenuhi, ya keluar. Misal usia 25 belum juara, ya harusnya sadar diri.
Sedangkan di Australia, mau main sampai usia 50 dan merasa masih mau main, ya bisa-bisa saja.
Jadi ada mindset yang berubah dalam diri saya seiring keputusan saya ini. Saat ini, badminton adalah pengiring saya di Australia dalam rangka menempuh pendidikan.
Karena saya datang ke Australia masuknya lewat jalur atlet.
Apa bedanya bila kamu tidak ambil status permanent resident untuk kuliah di Austraia?
Tentu tetap bisa tetapi keluar uang lebih banyak dan kurang rasional untuk saya. Saya bisa mengurangi biaya kuliah lewat jalur ini [permanent resident], jadi saya ambil.
Di Australia bakal main di nomor ganda putra atau ganda campuran?
Belum sejauh itu. Fokus saya sekarang mau menyesuaikan diri dulu di Australia dan juga dengan suasana di universitas. Jadi belum bisa berbicara banyak soal badminton.
Jadi tidak akan langsung melihat Pramudya Kusumawardana beraksi di awal BWF Tour 2024?
Enggak mungkinlah. Ada jeda yang cukup lama. Mungkin bila ada Australia Open atau turnamen internasional yang ada di Australia.
Tetapi kalau langsung melihat nama saya di tiga turnamen beruntun di awal tahun seperti sebelumnya, tidak akan, karena fokusnya saat ini ke kuliah.
![]() |
Waktu kamu ada di masa-masa sulit, apakah pernah minta ganti pasangan?
Sudah ditawarkan oleh pelatih di saat Yere cedera. Makanya sempat dipasangkan oleh Rahmat dan juara. Terus terakhir memang sempat ditawarkan lagi oleh pelatih, tetapi memang kembali lagi harus dari nol.
Karena harus mulai dari nol, prosesnya tidak lagi menyenangkan bagi saya. Banyak pengorbanan yang harus dilakukan dan sudah tidak lagi sepadan.
Fisik sih tidak ada yang injury, tetapi mental health yang injury.
Sebagai atlet yang sudah terbiasa dengan kontrak bernilai tinggi dan juga prize money, bagaimana kamu melihat kondisi finansial di masa depan ketika memilih jalur ini?
Tidak munafik, tentu hidup butuh uang. Tetapi itu tentu juga bergantung pada pilihan gaya hidup personal yang ada.
Soal sport science, sudah ada opsi tujuannya, misal jadi personal trainer, jadi tenaga ahli, psikolog, dan lain-lain.
Menurut saya pendapatan yang ada nanti bakal cukup dan membuat saya nyaman.
Kaya banget, tidak, miskin banget, juga tidak. Karena tujuan saya juga bukan jadi miliuner.
Kamu tadi bilang tidak suka ketenaran. Berarti kamu tidak nyaman ketika ketenaran itu datang?
Saya memang tidak nyaman. Jadi saya sempat hiatus dari media sosial selama satu tahun lebih dan sempat muncul lagi karena saya hire orang untuk mengelola media sosial.
Saya tidak pegang media sosial sendiri. Menang di Indonesia sekuat itu media sosial dan hal itu mempengaruhi kehidupan saya.
Semua orang kan melihat media sosial. Dan itu berefek pada dunia nyata. Misal ada berita saya dan Yere, orang-orang tanpa tahu masalahnya dan kondisinya langsung judge: 'Kamu harus gini dan itu.'
Jadi banyak intervensi di lingkungan berkarier. Dan belum lagi karier dan private life tidak bisa dipisahkan.
Tetapi media sosial kan tidak hanya berisi kritik. Pasti juga ada banyak dukungan buat kamu?
Kalau dukungan tentunya senang. Tetapi kritik kan ada berbagai macam dan kalau sudah berlebihan itu juga tidak baik.
Karena apa yang dilihat di layar kaca dan kondisi yang nyata tentu berbeda jauh. Jadi ini complex dan tricky.
Setelah tinggal di Australia beberapa hari ini, apakah ada perbaikan waktu tidur?
Jujur lebih baik dalam segi waktu tidur dan lingkungan yang mendukung. Saya bisa fokus akan mental health saya juga.
Apakah ada peluang jadi Warga Negara Australia?
Kalau sekarang tujuan saya cuma mau healing dan settle saja untuk kesehatan mental. Jadi mau menyembuhkan dulu, mulai dari nol lagi.
Jadi belum berbicara apakah jadi Warga Negara Australia.
Namun yang pasti ketika kembali ke Indonesia sudah jadi tenaga profesional bukan lagi sebagai atlet profesional?
Iya, bisa dibilang begitu.
![]() |
Bagaimana pendapat keluarga tentang keputusan kamu?
Sebenarnya agak panjang kalau bercerita dan dikaitkan dengan keluarga. Tipikal keluarga saya tidak terlalu dekat dan mereka menyayangkan juga kenapa saya harus ke luar negeri.
Mereka sempat berbicara dan bisa menerima bila saya harus keluar dari tim nasional. Namun mereka kemudian bertanya mengapa harus sampai pergi ke luar negeri.
Saya jabarkan yang saya rasakan dan saya alami sejauh ini. Jadi mereka mengerti dan mendukung.
Kamu berkata bahwa kamu butuh bantuan namun kini pergi seorang diri ke Australia. Adakah teman untuk berbagi cerita untuk kamu nantinya di Australia?
Pastinya bila saya butuh bantuan, saya ke tenaga profesional, ke psikolog di sini.
Saya juga punya teman di sini yang lebih terbuka. Di sini, kesehatan mental juga jadi isu tersendiri. Mereka memang suportif selama di Australia. Jadi saya tidak sepenuhnya sendiri di Australia.
![]() |