PBSI sudah mengambil langkah menuju Olimpiade Paris 2024 dengan membentuk Tim Ad Hoc. Walaupun pembentukan tim ini terlambat karena Race to Olympics sudah setengah berjalan. Pembentukan tim seharusnya meliputi perencanaan matang termasuk penyusunan jadwal turnamen dan hal-hal lain sebelum Race to Olympics digelar.
Tetapi biarlah terlambat karena yang terpenting Olimpiade belum dihelat. Satu hal yang menarik adalah kehadiran mentor-mentor dengan nama mentereng yang ada di Tim Ad Hoc PBSI.
PBSI memanggil legenda-legenda Indonesia yang memiliki kalungan emas Olimpiade di leher mereka. Taufik Hidayat, Susy Susanti, Candra Wijaya, Greysia Polii, Tontowi Ahmad, dan Liliyana Natsir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kehadiran mentor-mentor yang sudah membawa nama Indonesia harum di level dunia ini kemudian membuat Tim Ad Hoc terlihat mengkilap dan penuh kualitas.
Namun satu hal yang harus diingat, mentor bukanlah tukang sulap. Kehadiran mereka tidak serta-merta membuat kondisi sulit menjadi istimewa dalam sekejap mata.
Mentor dalam Tim Ad Hoc punya tugas penting namun bukan vital. Peran vital tetap dipegang oleh Tim Pelatih, Rionny Mainaky sebagai Kabid Binpres, dan tentu PBSI yang jadi penanggung jawab naik-turunnya prestasi badminton Indonesia.
![]() |
Mereka-merekalah, termasuk para pengurus PBSI, yang punya tanggung jawab besar dalam persiapan menuju Olimpiade Paris 2024.
Mentor punya posisi sebagai penyelesai akhir. Ketika Binpres PBSI sudah bisa mendorong pemain menjalani persiapan yang bagus dan punya pondasi kuat, di situlah peran mentor kemudian bisa bekerja dengan maksimal.
Mentor bisa berbagi pengalaman mereka terkait hari-hari menghadapi Olimpiade, termasuk tekanan-tekanan besar yang ada di dalamnya serta cara mengatasinya.