Pemain berkualitas tidak turun dari langit. Pemain berbakat memang ada dan jumlahnya banyak, tetapi kualitas sudah pasti hasil tempaan masa.
Tempat mengasah bakat yang berkualitas ini yang belum dimiliki Indonesia. Kawah candradimuka menempa generasi muda ini yang belum dimiliki PSSI. Jika ada, selalu ala kadarnya.
Program Elite Pro Academy (EPA) U-16, U-18, dan U-20 memang sudah digulirkan lagi oleh PSSI, tetapi durasinya masih singkat. Sudah begitu EPA baru menyentuh klub-klub Liga 1.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi jika bicara fasilitas pembinaan. Pemain Indonesia seperti sangat jauh tertinggal. Pemain-pemain yang pernah berlatih di luar mengakui pola asuh di dalam negeri jauh tertinggal.
Ini terkorelasi dengan kebijakan klub dan federasi. Saat federasi tak tegas menjalankan syarat klub profesional yang diamanatkan FIFA, saat itu pula pembinaan tak akan jadi prioritas.
Beranikah PSSI disiplin menerapkan lima syarat klub profesional dengan ketat? Faktanya, PSSI tak pernah berani. Selalu ada kompromi. Selalu ada pemakluman. Kebiasaan buruk yang dipupuk.
Sejauh ini PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir fokus dengan kemasan. Citra. Sisi industri yang digenjot lebih dahulu oleh PSSI. Mendapatkan stabilitas keuangan jadi perhatian.
Jalan pencitraan kompetisi dalam memoles industri yang dilakukan PSSI memang penting. Nilai sepak bola Indonesia secara bisnis sempat menurun tajam saat nilai pasar kompetisi dunia terus naik.
Tetapi, kemasan tanpa isi lambat laun akan ditinggalkan juga. Fase ini jangan sampai terjadi. Menjadi tugas PSSI bersama football family-nya membuat langkah-langkah modern inovatif.
Jika pembinaan usia muda berjalan serius dengan buku putih yang disiapkan FIFA dan AFC, yang tercermin dalam regulasi, generasi berbakat akan berkilau dan makin banyak talenta berkualitas.
Kembalinya klub sepak bola Indonesia ke Liga Champions Asia kiranya target terdekat PSSI. Saat masa itu tiba, Timnas Indonesia tentu tak akan dihina dan tertawai Jepang dan Korea Selatan lagi.
Ketika itu pula naturalisasi bisa saja terus jalan, tetapi bukan oleh federasi, melainkan inisiatif individu. Memilih kewarganegaraan adalah hak individu dan bukan hak prerogatif federasi.
(har)