Satu yang pasti, level usia sama sekali tidak sama dengan level senior. Buktinya Indonesia bisa juara di level usia, tetapi tidak untuk level senior.
Contoh, Indonesia tak berkutik atas Australia di Piala Asia 2023 (2024). Namun saat bentrok dengan Australia di Piala Asia U-23 2024, Indonesia yang sebaliknya menang.
Karenanya pencapaian Indonesia U-23 yang menembus semifinal Piala Asia U-23 2024 tak bisa dijadikan acuan. Pencapaian di Piala Asia U-23 2024 ini bukan berarti Indonesia tim empat besar Asia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembuktian kualitas sesungguhnya di level senior. Dan, ujian terkini kualitas performa Indonesia adalah melawan Irak di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan pada 6 Juni nanti.
Untuk pertandingan ini Shin telah merilis 22 nama. Mereka ini akan berkumpul pada 27 Mei. Dengan persiapan lebih dari satu pekan, performa Indonesia diharapkan terkatrol.
Namun, banyak pihak pesimistis Asnawi Mangkualam dan kawan-kawan bisa menumpas Irak. Faktanya, Indonesia menyerah 1-5 dari Irak pada pertemuan pertama di Stadion Basra pada 2023.
Sejauh ini, Irak juga belum menelan kekalahan. Dari empat pertandingan sebelumnya, semua diselesaikan dengan kemenangan. Mengalahkan Irak, walau di Jakarta, jelas bukan perkara mudah.
Bisa dibilang, Irak akan menjadi batu loncatan menatap pertandingan-pertandingan selanjutnya. Inilah modal bagi Shin dan anak asuhnya menatap panggung Piala Dunia 2026 dari dekat.
Realitasnya, PSSI terus mengakselerasi kekuatan Merah Putih. Jalan yang ditempuh PSSI dan Shin adalah menambah amunisi dengan menaturalisasi pemain keturunan Indonesia di luar negeri.
Jalan pintas ini sekilas sudah berbuah. Banyak pencapaian yang dicapai Indonesia dengan pemain naturalisasi di dalamnya. Bukan naturalisasinya yang problematik, tetapi prosesnya perlu dikritik.
Percepatan yang luar biasa dengan menggunakan tenaga negara, bukan proses wajar, ditempuh PSSI. Seolah-olah ini jalan paling penting untuk dikerjakan PSSI di tengah kondisi bola nasional yang guram.
(nva/nva)