Jakarta, CNN Indonesia --
Lima gelar juara untuk Persipura Jayapura yaitu tiga trofi Indonesia Super League (ISL 2008/2009, 2010/11, 2013), satu Indonesia Soccer Championship (ISC 2016), satu Indonesia Community Shield (2009), dan Indonesia Inter Island Cup (2011) adalah gelar-gelar yang tidak dapat lupakan.
Kenangan indah bersama Persipura itu selalu di hati dan orang-orang kalau bicara tentang Persipura pasti ada saya dalam cerita. Banyak yang saya sering share, bagaimana bisa juara, bagaimana atmosfernya, di sana bagaimana keadaan kalau sudah juara, orang di sana seperti apa. Itu kira cerita-cerita yang melekat pada diri saya.
Tahun juara ISL 2008/2009, sebenarnya saya kaget dengan atmosfer-atmosfer di Jayapura, itu pertama kali Persipura juara. Memang juara saat itu sesuatu yang tidak bisa saya lupa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Antusiasnya para suporter saat menjemput tim Persipura dari Jakarta, naik pesawat, tiba di bandara Sentani, kita konvoi sampai jam 1 hingga 2 malam yang semua langsung terlelap. Jadi itu sesuatu yang dibanggakan.
Apalagi, kita sering memastikan gelar juara di luar, habis dari itu baru berangkat ke Jayapura. Jauh-jauh hari orang sudah siap dengan mobilnya untuk menjemput kami di bandara dan kita merayakan juara.
Dari tahun ke tahun mereka memang antusias terus-menerus. Pemain juga jadi antusias karena kita sudah sering kasih hadiah juara kepada suporter, jadi tiap tahun kita lakukan itu.
Tentang saya diakui sebagai bek terkuat di Liga Indonesia, memang ada cerita yang menarik. Terutama saat 2007 saya ada insiden dengan striker paling hebat di Indonesia waktu itu, Emaleu Serge pemain Arema.
Waktu itu kami [Persipura] pergi ke Makassar untuk main turnamen di sana, saya bikin patah kaki Serge. Itu bukan yang sengaja, itu sesuatu yang terjadi dalam permainan. Di situ sebenarnya pemain depan tim-tim lawan sudah mulai takut sama saya.
Banyak striker-striker yang saya hadapi yang berkualitas macam Cristian Gonzales, Marcio Souza, Herman Dzumafo dan banyak sekali mereka yang sudah bercanda di luar lapangan dengan bilang sama saya: "Kalau main jangan keras-keras Bio".
Selain jadi bek yang ditakuti, saya juga diakui punya kelebihan yaitu sebagai pemain belakang yang sering cetak gol dan ikut bantu serangan. Itu yang membuat saya banyak dikenal di Indonesia.
Ya saya komplet, bisa golin, jaga lawan, positioning, dan lari kencang. Apa lagi saya bek paling lama di Persipura, saya main dengan semua bek-bek yang ada di Persipura waktu itu.
Saya awalnya main sama Jack Komboy, habis itu ganti duet dengan Victor Igbonefo. Kemudian saya tetap bertahan dan duet dengan Ricardo Salampessy. Kemudian ganti duet dengan Otavio Dutra. Jadi 2007 sampai 2017 saya main sama semua bek Persipura.
Jadi ya waktu saya main di Persipura kita juara atau runner up atau peringkat ketiga, semua main sama saya. Jadi semua generasi bek Persipura itu pernah jadi pasangan saya. Tapi begitu saya keluar dari Persipura tim langsung urutan ke-12 dan degradasi.
Namun mau bagaimana lagi, Persipura tetap di hati. Itu tim pertama yang membuat saya dapat banyak gelar juara. Persipura berada di papan atas, saya dapat gelar, saya dapat kampiun, Piala AFC saya main bersama tim ini. Jadi itu kenangan saya paling indah di sepanjang karier. Saya tidak bisa lupakan karena semua yang saya punya sekarang ini saya dapatkan di Persipura.
Di Persipura juga saya mendapat kewarganegaraan Indonesia pada 2015. Pokoknya semuanya di situ, berkah sekali. Kalau saya jalan ke mana-mana, orang-orang sebut "Bio Papua, Bio Papua!". Kini tentunya saya sedih Persipura ada di Liga 2.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Saya juga sangat bersyukur bisa membela Timnas Indonesia dua kali saat lawan Myanmar. Tapi setelah itu ada masalah dualisme kepengurusan PSSI. Padahal pemain kita saat itu sudah bagus. Tapi karena dualisme itu membuat ada dua Timnas dan membuat suasana tidak bagus serta banyak masalah.
Karena dalam sepak bola kalau konsisten itu bagus. Pemain juga akan punya kondisi bagus. Kalau liga berhenti-henti dan ada masalah, pemain jadi juga akan kena dampak.
Tetapi Indonesia tetap saya cintai. Karena jujur saya sudah tidak terlalu memikirkan hal masa lalu [di Kamerun]. Seperti sekarang ini saya sudah enam tahun tidak pulang ke Kamerun.
Artinya apa, saya sudah betah di sini, tidak pulang bukan karena ada masalah atau apa, tapi saya lebih betah di sini. Saya dapat warga negara, makan di sini, saya sudah punya teman baru. Semua baru jadi kalau saya ke sana, sementara untuk ketemu orang tua, teman-teman lama, tapi suasananya tidak seperti di sini sehari-hari yang terasa waktu kebersamaannya.
Jadi kegiatan saya setelah cedera saya mengambil lisensi C AFC. Kemudian saya melatih Ganesha Academy di Bali. Habis itu saya melatih Tolikara FC tahun 2001-2002. Di Tolikara saya menjadi pelatih kepala dan bawa tim lolos ke putaran nasional Liga 3. Baru dari situ saya ditarik oleh manajer Persipura Yan Mandenas untuk menjadi asisten pelatih Persipura mendampingi Ricky Nelson.
Kami bekerja baik dan berhasil membawa tim ke peringkat satu Liga 2, tapi kompetisi terhenti karena Tragedi Kanjuruhan. Kemudian karena tidak ada kegiatan saya mengambil lisensi kepelatihan B AFC, lalu berlanjut mengambil lisensi A AFC.
Baru setelah itu saya ditawari maju sebagai calon anggota legislatif pada pemilu 2024. Untuk pencalonan menjadi anggota DPRD Kota Jayapura itu untuk mencari pengalaman. Saya pas lagi tidak ada kesibukan jadi tidak ada apa-apa, ada tawaran ini, saya bilang kenapa tidak, karena pengalaman yang saya butuh dan asal saya bisa.
Memang sangat luar biasa waktu pencalonan kemarin itu. Di momen itu saya belajar budaya Indonesia terutama di bagian fungsi pemerintahnya. Apa yang dilakukan, bagaimana sehari-hari malam tidak tidur, apa yang harus disiapkan. Tapi saya senang menjalani itu semua. Jika saya terpilih saat itu yang ditawarkan adalah ide-ide untuk memajukan sepak bola, di Jayapura khususnya.
Nah sekarang untuk ke depan saya belum berfikir di politik karena saya sebenarnya ingin berkarya sebagai pelatih. Saya berfikir untuk jadi pelatih terlebih dahulu.
Pencalonan kemarin itu pas waktu itu saya lagi tidak bikin apa-apa. Saya mau belajar sesuatu untuk tenangkan diri dan ternyata luar biasa.
Sekarang saya sudah punya lisensi A, saya tunggu mudah-mudahan ada tim yang panggil untuk memimpin klub. Ada banyak tim terutama di Papua yang punya koneksi dengan saya. Tapi saya tidak menutup pintu untuk klub di luar Papua juga yang mau menjadikan saya pelatih saya terbuka.
Kalau ada siapa pun klub yang mau saya pegang, saya siap. Saya siap menunjukkan kalau saya bisa karena dari dulu saya main bola sampai sekarang saya tidak pernah lengah. Saya mau bekerja keras terus, belajar terus, saya mau titipkan sesuatu yang saya sudah pernah pelajari untuk adik-adik kita yang sekarang, sedang, atau akan menjadi pesepakbola masa depan.
Saya mau menunjukkan kemampuan saya sebagai pelatih setelah Tolikara saya bawa juara, kemudian Persipura juga sukses tapi terhenti Tragedi Kanjuruhan. Saya juga punya reputasi yang baik sebagai bek tangguh di Liga 1 yang semua pengalaman bermain dan kursus kepelatihan itu bisa menjadi modal yang bagus untuk membangun tim yang berkualitas.
Kalau ditanya ingin menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia, tentu itu impian saya. Hal itu juga menjadi impian pelatih-pelatih dalam negeri yang juga mau belajar dari pelatih-pelatih luar negeri di Timnas Indonesia.
Terakhir, saya mau minta maaf untuk saudara-saudaraku di Papua maupun di Indonesia kalau memang saya pernah katakan sesuatu yang tidak bagus atau yang jahat, saya minta maaf baik itu sengaja ataupun tidak.
[Gambas:Video CNN]