Jakarta, CNN Indonesia --
Inggris memperlihatkan wajah ketiganya saat mengalahkan Belanda di semifinal Euro 2024. Performa The Three Lions agak lain.
Dalam enam pertandingan Euro 2024 ini, Inggris tak pernah kalah dalam penguasaan bola. Persentase umpan akurat Harry Kane dan kawan-kawan pun di atas 92 persen.
Ketika melawan Belanda, Inggris menguasai ball possession hingga 60 persen. Saat imbang 1-1 dengan Swiss dan akhirnya menang penalti, Inggris menguasai 51 persen permainan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini kontras dengan ball possession di Euro 2020. Pada laga final melawan Italia misalnya, tim asuhan Gareth Southgate ini hanya bisa menguasai bola sebesar 39 persen.
Di Piala Dunia 2022 pun begitu. Tidak pernah Inggris main begitu dominan hingga persentasenya mencapai 60 persen, kecuali dalam laga pembuka grup melawan wakil Asia, Iran.
Inggris juga bersikap kalem seperti pembawaan Southgate yang tidak meledak-ledak. Saat unggul cepat atau tertinggal, Inggris tetap di jalan lurus rencana permainan.
Saat tertinggal 0-1 dari Slovakia hingga masa injury time babak kedua contoh akuratnya. Meski kekalahan di depan mata tinggal hitungan detik, mereka sama sekali tak panik.
Posisi tertinggal ini terulang saat melawan Swiss dan Belanda. Seolah-olah energi positif sudah merasuki seluruh tim bahwa mereka bisa membalikkan keadaan.
 Jude Bellingham dan Harry Kane menjadi andalan Inggris. (REUTERS/Bernadett Szabo) |
Filosofi bermain yang dibangun Southgate pun seperti total football milik Belanda. Memang tidak persis sama, tetapi transisi dan pola serangnya hampir-hampir mirip.
Formasi 3-4-3 yang dipakai Inggris membuat serangan begitu dinamis dan gesit saat serangan balik. Marc Guehi dan Kyle Walker tak segan maju ke depan membangun serangan, misalnya.
Itulah tiga wajah Inggris yang dipoles Southgate di Euro 2020. Kini Inggris sudah seperti Spanyol yang doyan penguasaan bola, bermental baja bak kuda hitam, dan punya total football Belanda.
Ke halaman selanjutnya>>>>
Ketika satu per satu generasi emas Spanyol pensiun dari tim nasional, dari mulai Carles Puyol, Sergio Ramos, Xavi Hernandez, hingga Sergio Busquets, La Furia Roja tak terlihat sama lagi.
Performa mereka di Piala Dunia 2022 seperti anak ingusan yang belum punya masa depan. Luis Enrique seperti tak punya magis untuk mengembalikan kejayaan.
Situasi agak berubah begitu Luis de la Fuente didatangkan. Pelatih usia muda Spanyol yang sudah dikontrak RFEF sejak 2013 ini dipromosikan seusai Olimpiade Tokyo.
Sejak debut dengan menang 3-0 atas Norwegia, perlahan tapi pasti Spanyol seperti punya secercah harapan. Sejauh ini, sudah 20 laga dilakoninya dan kalah cuma dua kali.
Permainan Spanyol menyihir lagi. Gelar juara Nations League 2023 salah satu buktinya. Namun, masih banyak keraguan akan kualitas Spanyol, sebab ajang ini tak mentereng.
Melihat daftar pemain Spanyol di Euro 2024, pun tak meyakinkan. Bahkan masuknya nama Nico Williams dan Lamine Yamal sempat diragukan. Mereka dinilai belum pantas di Euro.
Tak dinyana, pemain-pemain muda ini, yang didukung tenaga matang macam Alvaro Morata, Rodri, Jesus Navas, hingga Dani Carvajal, malah mengembalikan gen indah Spanyol.
 Digdaya permainan Spanyol terlihat sejak laga pertama hingga semifinal Euro 2024. (REUTERS/Heiko Becker) |
UEFA mencatat, rata-rata ball possession Spanyol kurang dari 60 persen. El Matador, julukan lain Spanyol, bukan lagi tim yang kemaruk memainkan bola berlama-lama.
Kendati begitu, sisi indah permainan Spanyol lewat sentuhan tiki-taka yang cepat tak hilang. Ibaratnya, kini Spanyol mengkombinasi gaya main Barcelona dan Atletico Madrid.
Italia, Jerman, dan Prancis, tim-tim dengan nama besar, sudah jadi korban Spanyol. Dari ketiga lawan ini, hanya Italia yang sempat membuat Spanyol agak mati gaya.
Karenanya tiga wajah baru Inggris yang dibangun Southgate dan progresivitas tiki-taka Spanyol racikan de la Fuente layak disebut sebagai megaduel sepak bola indah Euro 2024.
[Gambas:Video CNN]