Sudah wajar terjadi dalam sepak bola Olimpiade tim-tim besar tersingkir cepat. Argentina, Brasil, Jerman, Prancis, hingga Spanyol tereliminasi di fase grup.
Tak tabu pula tim-tim kuda hitam seperti Jepang, Australia, Meksiko, hingga Honduras, tampil digdaya. Kasarnya, federasi sepak bola anggota FIFA menganggap Olimpiade anak tiri.
Sejarah juga mencatat, tidak ada tim yang dominan di Olimpiade. Dari edisi ke edisi, sang juara selalu berganti. Hanya dalam lima edisi terakhir Brasil dan Argentina dominan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Argentina meraih medali emas dua kali berturut-turut pada 2004 dan 2008, kemudian Brasil di Olimpiade 2016 dan 2020. Sebelum itu, Kamerun dan Nigeria bahkan bisa dapat emas.
Adapun negara-negara Eropa, seperti setengah hati. Sejak Spanyol meraih medali emas saat menjadi tuan rumah pada 1992, tak ada lagi negara Eropa yang digdaya.
Ini kontras dengan edisi-edisi awal hingga 1980-an. Saat itu Hungaria, Italia, hingga Jerman sangat serius menatap Olimpiade. Emas Olimpiade masih dianggap sakral.
Terlepas dari itu, Olimpiade tetap menjadi sarana pemain muda unjuk gigi. Jika tampil impresif ada kans mereka dilirik pencari bakat klub-klub kaya Eropa.
Sejumlah nama, utamanya dari Afrika dan Amerika Selatan, masuk radar tim-tim besar Eropa setelah tampil di Olimpiade. Hal ini pula yang membuat sepak bola jadi tetap menarik.
Lantas siapakah yang akan meraih medali emas Olimpiade 2024? Ramalan media-media barat yang biasanya gencar, datar saja. Tak banyak yang membuat ulasan mendalam.
Argentina yang sukses menjadi juara Copa America 2024 dianggap sebagai calon terkuat bersama Brasil. Namun, tuan rumah Prancis yang diasuh Thierry Henry dinilai bisa mengejutkan.
Adapun negara juara Euro 2024, Spanyol juga diprediksi bisa mengejutkan. Ini karena Santi Denia, pelatih Spanyol U-23, punya jalan karier dari bawah seperti Luis de la Fuente.