Keberhasilan Veddriq Leonardo meraih medali emas di Olimpiade 2024 tidak muncul begitu saja. Sejarah yang diukir cabor panjat tebing di Paris benar-benar lahir dari sebuah proses. Buah dari kesabaran dan ketekunan.
Kami memulainya dari sebuah rencana jangka panjang. Rencana ini tidak hanya melibatkan satu atau dua orang atlet saja, tetapi tim.
Kami membangun tim untuk Olimpiade 2024 persiapannya dari tahun 2020. Kami canangkan Olimpiade Paris 2024 sebagai jangka pendek, jangka menengah Olimpiade Los Angeles 2028, dan jangka panjangnya menuju Indonesia emas tahun 2045.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini beririsan dengan Olimpiade 2044. Dan tahun 2045 itu bertepatan dengan Indonesia yang akan genap berusia 100 tahun.
Siapapun nanti timnya paling tidak kami sudah bangun blue printnya, kami juga bangun ekosistemnya. Kalau sistemnya sudah terbangun, insya Allah siapapun yang ada di tim akan berjalan sesuai dengan sistem tersebut.
Selama ini kan kita, pada umumnya olahraga di Indonesia itu, cuma terpolarisasi terhadap salah satu atlet unggulan, bukan kepada bagaimana sistem keolahragaan itu bisa menghasilkan atlet-atlet dengan kualitas mumpuni. Bukan satu atau dua atlet saja.
Dalam skala yang lebih kecil di panjat tebing kami mau seperti itu. Bahwa tidak hanya mengandalkan satu atau dua atlet saja. Kami mau membangun sistem yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Veddriq adalah salah satu atlet yang ada di sistem tersebut.
Panjat tebing itu kan sudah mulai dipertandingkan di Olimpiade 2020 untuk nomor combine. Dan di edisi kedua Olimpiade, Indonesia berpartisipasi karena speed-nya sudah dipisah. Berikutnya di Los Angeles, tiga kategori ini rencananya sudah pisah. Syukur-syukur di Olimpiade berikutnya, di Los Angeles, sudah ada nomor beregu speed relay.
Dalam perencanaan ini, kami sebenarnya memproyeksikan lima atlet untuk bersaing memperebutkan tiket lolos ke Olimpiade 2024. Jadi, kalau tidak ada pembatasan kuota per negara sebenarnya Indonesia bisa mengirimkan empat atlet putra karena sesuai kualifikasi mereka lolos.
Mereka semuanya layak, cuma batasan kuota per negara cuma dua. Otomatis peringkat 3 dan 4 tereliminasi. Ketika itu Kiromal Katibin, Aspar Jaelolo, Veddriq Leonardo masuk lima besar dan Rahmad Adi Mulyono lolos lewat jalur zona kontinental.
Di setiap sesi latihan, kami membangun suasana lingkungan keunggulan. Mereka bersaing secara sehat, tetapi begitu latihan selesai ya santai lagi. Sangat jarang ada konflik yang terjadi dan kalaupun ada kita cepat selesaikan.
Saat tampil di kompetisi, kami selalu mematok target. Ada tiga target sasaran, mulai dari persiapan hingga target memburu pecah rekor di ajang World Cup agar nama atlet-atlet Indonesia semakin diperhitungkan.
Tujuannya biar orang tahu Indonesia. Masuk tahun 2024 kita kejar konsistensi waktu, bisa memecahkan rekor dunia dan kemudian konsisten di catatan waktu tersebut. Tahapan-tahapan ini yang kita siapkan buat Veddriq Leonardo, buat Desak Made Rita Kusuma Dewi agar siap mencapai target di Olimpiade.
Begitu tiket Olimpiade sudah di tangan, kami matangkan lebih banyak simulasi lomba saat masa persiapan. Simulasinya kami menggambarkan teman-temannya sebagai pesaing terkuat.
Misalkan Veddriq berhadapan dengan Kiromal Katibin. Anggap saja Kiromal ini Wu Peng atau Sam Watson. Simulasinya begitu. Katibin juga kan catatan waktunya tiga terbaik di dunia.
Jadi Veddriq seakan-seakan bertanding dengan Sam Watson atau Wu Peng. Lebih banyak ke situ mensimulasikan.
Dalam satu atau dua bulan terakhir itu, ada satu sesi seperti itu. Kita simulasi, memang enggak ditulis namanya Sam Watson, tapi kita coba brainwash bahwa itu adalah Sam Watson dan ini Olimpiade.
Dan mereka bisa memvisualkan itu karena sudah biasa bertanding. Jadi tujuan utamanya bukan mengalahkan Sam Watson atau mengalahkan pesaing lain, Olimpian lainnya, ketika kita simulasikan itu. Harapannya Veddriq atau Adi ini semakin memfokuskan pada dirinya sendiri, tidak peduli siapapun lawannya, tujuan utamanya lebih ke sana.
Kemarin kan kalau kita bicara soal ada insiden false start [Rahmad Adi], ceweknya [Desak dan Rajiah] kurang beruntung. Bukan karena kita kalah kualitas, kita membuat kesalahan sendiri dan bayarannya mahal. Khusus Veddriq dia lebih tenang karena jam terbang dan podiumnya lebih banyak. Dia tahu rasanya juara.
Sebelum berangkat ke Paris kami pun sudah susun rencana operasionalnya. Tanggal 27 Juli kami tiba di sana untuk persiapan pertandingan tanggal 5 Agustus.
Dua hari setelah tiba di sana kami coba venue tempat latihan. Kami menjajal wall-nya, bukan wall pertandingan, tapi wall latihan yang persis sama, tingginya juga 15 meter. Kami rutin latihan dari tanggal 29 sampai 31 Juli. Setelah itu istirahat dua hari kemudian lanjut ke persiapan kualifikasi.
Jam makan atlet juga kami ubah karena pertandingan berlangsung jam 13.00 di sana. Jadi makan berat itu paling telat jam 10, kami berikan waktu 3-4 jam buat atlet agar lambungnya sudah mulai kosong. Lebih dari empat hari kami mempersiapkan semuanya.
Kami juga mempersiapkan cara agar atlet tidak terdistraksi saat bertanding. Karena distraksi ini begitu banyak dirasakan atlet saat turun bertanding.
Kita mesti tahu karakter lawan. Distraksinya ada yang mendelay persiapan, saat harusnya siap, dia masih mendelay. Saat harusnya sudah pegang point dan injak starting pad, lawan masih mendelay. Itu kami siapkan juga strateginya.
Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>