TESTIMONI

Hendra Basir dan Detik-detik Veddriq Leonardo Ukir Tinta Emas

Hendra Basir | CNN Indonesia
Rabu, 28 Agu 2024 19:01 WIB
Pelatih cabor panjat tebing Hendra Basir bercerita kisah sukses Veddriq Leonardo di Olimpiade 2024 yang sudah ditata sejak empat tahun sebelumnya.
Hendra Basir (kanan) bersama Desak Made Rita Kusuma Dewi. (AFP/BAY ISMOYO)

Atlet Iran, Reza Alipour, itu suka mendelay. Kalau ketemu dia pasti kita harus sedikit menunggu. Saya sempat bicara juga dengan Veddriq soal strategi Reza ini.

Biasanya ketika sudah ada aba-aba dari announcer, atlet sudah bergerak ke papan megang point, tetapi kalau Reza dia agak nahan-nahan dikit beberapa detik. Itu sangat mengganggu.

Bahkan orang yang manjat di samping kita, ujung mata juga mempengaruhi. Itu distraksi secara visual. Audio juga begitu, suara dia saat memanjat. Saat masa persiapan ada 14 orang lawannya, kami simulasikan semua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bertanding itu nggak ada polosan, semua menggunakan taktik. Belum lagi announcernya juga beda-beda karakternya. Ada yang begitu dipasang pengaman langsung disuruh siap, ada juga announcer yang pengamannya sudah dipasang masih nunggu lama, nggak dipanggil-panggil itu.

Memang kalau buat yang menonton tidak terlalu kelihatan. Tetapi buat atlet yang bertanding itu yang diserang adalah sistem neuromuskular, saraf dan otot. Kalau sarafnya terganggu itu fokusnya berkurang.

Untungnya Veddriq bisa mengelola semua tekanan itu. Saya juga sempat mengirimkan pesan Whatsapp kepada Veddriq saat speed putri gagal meraih medali emas.

Saat masih di lokasi pertandingan saya kirim pesan "Veddriq bebannya ada di kamu. Kuncinya tenang". Saat itu dia ada di athlete village, istirahat tapi nonton finalnya.

Kalau Veddriq kan lebih tenang karena dia lebih matang, jam terbang tinggi. Pembawaannya dia tenang, kalem. Veddriq pasti tegang, cuma dia bisa mengelola ketegangan itu.

Meski Veddriq lolos kualifikasi, deg-degannya terasa. Saya juga berserah diri, saya tahu Veddriq layak, tim Indonesia layak untuk dapat emas. Jadi berserah saja kepada Tuhan, kalau ada rezekinya enggak akan ke mana.

Saat masuk putaran final, saya juga ajak Veddriq sarapan lebih awal. Saya ajak jalan berdua ke dining hall.

Saya hanya berpesan: "Ikhlas saja manjatnya karena lawan sudah sering ketemu juga kok."

Di perempat final, Veddriq bertemu wakil tuan rumah Bassa Mawen. Suasana di lokasi pertandingan ramai karena kehadiran suporter Prancis.

Biasanya saya komunikasi dengan Veddriq sebelum memanjat itu lewat suara. Ini beda dengan komunikasi saya dengan atlet-atlet panjat tebing lain yang biasanya lewat visual, tatapan mata.

Kalau dalam kondisi normal saya akan ngomong "Fokus Driq, tenang" karena Veddriq kan tutup mata. Saat melawan Bassa, komunikasi seperti itu tidak bisa dilakukan.

Saya hanya pesan ke Veddriq untuk buka mata sedikit dan kita komunikasi melalui visual sebelum aba-aba persiapan untuk bertanding. Kalau bicara catatan waktu, Bassa memang di bawah Veddriq, namun keriuhan ini membuat fokusnya harus tingkat tinggi.

Riuhnya itu bisa mengganggu fokus atlet yang bertanding. Bayangkan sebelum keluar dari zona transit saja itu penonton sudah teriak "Bassa, Bassa!".

Semifinal itu lawan Iran, Reza Alipour keluar dengan karakternya yang suka mendelay, lalu di final ketemu dengan China. Saya kalau disuruh memilih lebih mending ketemu Sam Watson (Amerika Serikat) daripada Wu Peng.

Atlet China itu konsisten. Wu Peng itu lebih konsisten daripada Watson. Kami lebih ngeri menghadapi orang yang kemampuan rata-ratanya bagus ketimbang yang di atas rata-rata banget. Artinya kita punya kekhawatiran jangan sampai membuat kesalahan.

Dari sejak pemanasan Veddriq catatan waktunya di 4,7 detik, Wu Peng 4,8 detik, Watson juga sekitar 4,8 atau 4,9 detik.

Veddriq sebenarnya bisa pecah rekor dunia, tapi kan di final itu memang kita jaga jangan sampai false start. Reaksi Veddriq saat itu 0,23 detik, dia nggak pernah reaksi di bawah angka 0,20 detik. Biasanya 0,12 sampai 0,18 detik, karena kalau di bawah 0,12 detik risiko false startnya tinggi.

Sedangkan kalau di atas 0,18 detik itu artinya telat atau lambat bereaksi, Veddriq bikin 0,23 detik, kebayang kalau dia bikin biasanya 0,17 detik, itu bisa rekor dunia 4,6 detikan.

Andai reaksinya 0,20 detik itu pecah rekor dunianya Watson. Tapi kasarnya ngapain kita ngejar rekor dunia di Olimpiade karena terpenting meraih medali emas. Alhamdulillah target yang kami canangkan bisa membuahkan hasil melalui emas yang diraih Veddriq.

Di momen itu saya menangis. Bukan cuma pas Veddriq memastikan meraih emas tetapi juga saat lagu 'Indonesia Raya' berkumandang. Tangisan saya itu lebih ke momen spiritual dan saya tidak bisa bercerita banyak.

Biasanya pas momen World Cup kalau teman-teman atlet juara, saya agak menjauh karena nggak mau terlihat. Kalau yang kemarin itu pas ada tim pelatih yang ngerekam, akhirnya jadi rame juga malah malu saya he..he..he..

Walau panjat tebing bisa meraih medali emas, sebenarnya sampai detik ini saya juga masih nyesek karena speed putri nggak dapat emas. Kebayang dong suasana hatinya mereka.

Masih nyesek kalau keinget lagi. Ah, selisihnya hanya 0,006 itu kan saat Desak kalah di perempat final. Benar-benar ketebalan kulit doang yg mempengaruhi. Memang ada kendala teknis pas Desak itu, tapi ya itu saya bilang kesalahan kecil sangat mempengaruhi hasil.




HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER