Timnas Indonesia punya waktu satu bulan untuk melakukan evaluasi. Terlebih saat kualifikasi kembali bergulir pada November mendatang lawan yang dihadapi jauh lebih berat dari yang sebelumnya.
Prinsip 'Nothing To Lose' harus terpatri dalam diri masing-masing pemain di Timnas Indonesia. Sebab mentalitas itu justru yang berhasil ditunjukkan oleh China saat menang atas Indonesia.
China yang bertanding dengan bekal tiga kali kalah beruntun, tampil lebih lepas. Mereka tak segan menerapkan high pressing saat Indonesia tengah menguasai bola. Hasilnya, beberapa kali tim tamu keliru mengambil keputusan dan kehilangan kendali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada momen curi-curi kesempatan inilah China mampu memaksimalkan peluang. Seluruh gol yang dicetak oleh China berawal dari petaka yang dibuat sendiri oleh Timnas Indonesia di lapangan.
'Lihat' dan 'Sikat' adalah dua aspek utama yang diterapkan China selama pertandingan. Ini terlihat di atas kertas, penguasaan tim asuhan Branko Ivankovic itu hanya 16 persen tapi lebih unggul dalam jumlah sentuhan di kotak penalti lawan (12 berbanding 6) dan umpan progresif (24 berbanding 6).
Artinya, China mampu mengeksploitasi kotak 16 meter milik lawan. Padahal Indonesia unggul dalam sentuhan di zona separuh lapangan China (288 berbanding 44), plus menang jauh terhadap jumlah umpan (508 berbanding 100).
Satu hal yang hilang dari Timnas Indonesia saat lawan China adalah sosok pemimpin di lapangan. Kembalinya Asnawi Mangkualam dengan ban kapten yang melingkar di lengannya kurang impresif di lapangan. Ada banyak bola yang hilang saat dikendalikannya. Perannya sebagai motivator rekan satu tim di lapangan juga tak begitu terasa.
Karakter Jay Idzes yang dikenal 'dingin' pun tersulut emosinya karena dipancing oleh pemain lawan yang jatuh-jatuhan. Ketenangan perlu jadi aspek yang diperbaiki oleh para pemain di laga berikutnya.
Sosok lain yang juga absen dari peredaran adalah jenderal lapangan yang mengatur tempo permainan sekaligus pengalir bola ke depan. Peran ini dipegang oleh Nathan Tjoe-A-On di paruh pertama laga, karena Thom Haye baru masuk di babak kedua.
Performa Nathan begitu apik, ia bekerja keras menyisir nyaris sekujur lapangan untuk menjemput bola dan mengalirkannya. Hal yang jadi persoalan adalah saat Nathan menggeser bola ke sisi flank, pemain yang bertugas di sektor sayap tak begitu maksimal.
Sehingga, jadi sebuah hal yang logis ketika STY mengganti pemain di pos bek sayap kiri dan sayap kanan. Saat Thom Haye masuk membantu Nathan dan komposisi bek sayap dirombak, barulah Indonesia mengakhiri kebuntuan lewat gol tunggal di menit ke-86.
Hal-hal seperti ini perlu jadi perhatian. STY juga perlu menyusun strategi alternatif jika pola yang diterapkan menemui jalan buntu. Terlebih pada laga selanjutnya, lini tengah harus diutak-atik karena Ivar Jenner bakal absen karena akumulasi kartu.
(nva)