Jakarta, CNN Indonesia --
Tak ada bantahan bahwa Marselino Ferdinan adalah bintang lapangan Timnas Indonesia kontra Arab Saudi, Selasa (19/11). Pertandingan itu adalah panggung bagi pemuda penuh talenta tersebut.
Lampu sorot layak mengarah pada pemain 20 tahun itu. Dua gol yang ditorehkan membuatnya jadi pahlawan kemenangan 2-0 Timnas Indonesia atas Arab Saudi. Proses dari masing-masing gol membuktikan kualitasnya.
Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae Yong memberi tugas free role kepada Marselino. Penggawa Oxford United itu berdiri tepat belakang Ragnar Oratmangoen dan Rafael Struick di lini depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemampuan penempatan diri yang baik membuat Marselino banyak mendapatkan bola dan kesempatan emas. Peluang emas pertama Indonesia saat laga belum berjalan satu menit pun berasal dari skema ini.
Gol pertama Indonesia di menit ke-32 juga berawal dari skenario serupa. Umpan cut back dari Ragnar Oratmangoen mendarat tepat di kaki Marselino. Ketenangan yang berpadu dengan penyelesaian matang membuat kiper Arab Saudi hanya tertegun melihat bola meluncur mulus ke pojok gawang.
Begitu pun di gol kedua pada menit ke-57 yang lagi-lagi berkat penempatan posisi yang tepat dari Marselino. Ia menyambar bola datar dari Calvin Verdonk kemudian mengeksekusi bola dengan tenang melalui cungkilan tipis yang mengecoh kiper lawan.
Dua gol Marselino dihubungkan dengan benang merah bahwa bola berawal dan diselesaikan oleh eks pemain Persebaya itu. Operan final third dari kedua gol tersebut sama-sama berasal dari kakinya, kemudian dibereskan olehnya pula.
Tak hanya jadi penentu kemenangan, Marselino juga memegang peran penting di luar torehan golnya. Dalam catatan Squawka, ia tercatat memenangkan tujuh duel satu lawan satu, melancarkan empat tembakan tepat sasaran, dan empat kali tekel sukses sepanjang pertandingan.
 Marselino Ferdinan tampil impresif dalam laga lawan Arab Saudi. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) |
Wajar jika Marselino dinobatkan sebagai man of the match pada laga itu. Ia berhasil mempertegas diri sebagai pemain berkualitas dari segi kualitas individu dan kolektif sebagai bagian dari tim.
Layak pula Marselino menerima gelombang pujian dari berbagai pihak. Tapi publik juga perlu menjadikan momen ini sebagai medium refleksi diri. Apakah Marselino benar-benar jawaban dari kebuntuan Timnas Indonesia?
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Usianya masih sangat muda, 20 tahun. Tapi Marselino sudah 'berkelahi' dengan ekspektasi. Tak heran jika dirinya menyebut 'lega' selepas mencetak gol sekaligus jadi penentu kemenangan.
Rasa lega sekaligus jadi jawaban Marselino terhadap kritik yang menyasar padanya. Bagi pesepakbola, tak ada respons lebih baik dibandingkan main bagus di lapangan dan Marselino sudah melakukannya.
Kini tinggal publik butuh mengelola ekspektasi terhadap pemain yang masih perlu mengecap asam garam di berbagai kompetisi. Terlebih dalam berkomentar di dunia maya, tak elok jika pemain muda dirongrong menggendong Timnas Indonesia di pentas tertinggi.
Publik perlu melihat Marselino dalam perspektif yang lebih luas. Medan laga yang dipijak Marselino saat ini adalah buah dari tapak demi tapak sejak ditempa di akademi Persebaya Surabaya.
Jurnalis senior dan eks menteri, Dahlan Iskan, mengajak publik merawat ingatan melalui unggahan di Instagramnya, Rabu (20/11). Ia menunjukkan foto Marselino bersama rekan-rekan setimnya di Lembah Karanggayam bersama akademi Persebaya.
Di foto itu, ada pula dua pemain lain yang jadi langganan Timnas Indonesia kiwari, yakni Ernando Ari dan Rizky Ridho. Apa risalah yang bisa diambil dari foto itu? Salah satunya adalah pemain bintang lahir dari pembinaan yang matang.
 Marselino aktif melakukan pressing dan ikut menggalang pertahanan saat Indonesia bertemu Arab Saudi. (CNNIndonesia.com/Adhi Wicaksono) |
Aspek inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh PSSI sebagai payung sepak bola Indonesia. Marselino adalah contoh kecil dari hasil didikan ekosistem bal-balan Tanah Air.
Contoh kecil inilah yang perlu diperbesar. Seiring dengan peningkatan kualitas Timnas Indonesia, PSSI perlu membangun fondasi yang lebih kokoh di lingkup nasional. Dalam hal ini kompetisi dalam negeri.
Saat ini hanya Liga 1 yang berdiri tunggal sebagai kasta tertinggi. Kompetisi pendamping seperti Piala Indonesia belum kembali ke permukaan setelah tenggelam lima tahun.
Itu baru bicara level profesional, belum menyebar ke turnamen kelompok umur seperti Elite Pro Academy (EPA), dan kejuaraan junior yang digelar pihak swasta. Lagi-lagi PSSI harus jadi orkestrator simpul-simpul kompetisi agar muara kualitas pemain bisa jelas.
Kembali ke Marselino dan Timnas Indonesia, kemenangan tentu layak dirayakan. Tapi ini adalah kepingan puzzle yang belum lengkap dari lingkup yang lebih luas.
Perjuangan Timnas Indonesia pun masih panjang. Ada empat pertandingan yang mesti dihadapi tim Merah Putih menatap Piala Dunia 2026. Apakah kegemilangan Marselino jadi titik balik kebangkitan Indonesia di fase kualifikasi ini? Waktu yang akan menjawabnya.
[Gambas:Video CNN]