Bukan Jepang, Australia, Bahrain, atau China yang akan menjadi aral terbesar Timnas Indonesia di 2025. Hambatan terbesarnya adalah soliditas.
Setidaknya ada tiga isu besar terkait Timnas sepanjang 2024. Pertama soal kompetensi Shin Tae Yong, kedua terkait kekompakan di dalam tim, dan ketiga konsistensi dari PSSI.
Shin yang kontraknya diperpanjang PSSI hingga Juni 2027, disebut sejumlah kalangan miskin strategi. Pria Korea Selatan ini dianggap terlalu bergantung pada serangan balik dan lemparan Pratama Arhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, setelah gagal di Piala AFF 2024, tanda pagar #STYOut menggema di media sosial. Kemudian muncul lagi tanda pagar #stytanpadiasporanol sebagai isyarat inkompetensi Shin.
Ternyata tanda pagar di media sosial itu hasil orkestrasi, bukan aksi organik. Ada yang memainkannya lewat pendengung bayaran atau buzzer. Sayang belum diketahui siapa di balik buzzer itu.
Pada 2024 juga ada isu disharmonisme pemain. Ada konflik antara pemain dengan Shin dan antarpemain. Memang tak ada yang membahas secara terbuka, tetapi ceritanya banyak yang tahu.
Kabar baiknya, para pemain akhirnya bisa berdamai. Mereka bersatu mengelupas koreng itu. Performa melawan Arab Saudi jadi sinyal bahwa perpecahan internal bisa diatasi.
![]() |
Terakhir, konsistensi PSSI dalam menjalankan roda federasi. Jika kompetisi semakin membaik di semua level, kualitas pemain Indonesia otomatis pula akan terkatrol.
PSSI perlu pula menghadirkan blue print atau cetak biru sepak bola Indonesia. Sejauh ini PSSI baru punya visi dan misi yang tertuang dalam lembaran bagan. Bisa dibilang PSSI baru punya mimpi.
Angan PSSI ini bisa jadi hanya jadi angin. Lewat begitu saja. Sebab dari era-era pengurus PSSI sebelumnya mimpi yang sama tercetus, tetapi tidak ada langkah panduan yang diterbitkan.
Karena itu PSSI kudu solid dari dalam. Pengurus PSSI tak perlu kasak-kusuk soal strategi Shin, sebab tantangan terbesar federasi bukan di Timnas, tetapi di program kerja sepak bola.
Tahun 2024 dengan segala dinamika yang terjadi, kiranya jadi pelajaran bagi pengurus PSSI. Banyak tugas menanti PSSI di 2025, seperti liga putri, usia muda, wasit, dan Asosiasi Provinsi.
Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026, tak perlu direcoki. Cukup fasilitasi, sebab kompetensi pelatih dan harmonisme pemain bisa diracik, selama tak ada intervensi dari eksternal.