Bisakah Timnas Indonesia bermain dengan gaya total football yang diremajakan Patrick Kluivert? Jelas butuh waktu dan pengenalan secara integral.
Saat masih bersama Shin Tae Yong, Timnas Indonesia bermain pressing dan counter attack. Bangunan pertahanan jadi inti kekuatan. Karena itu ketahanan fisik sangat diutamakan.
Ini jadi pilihan karena Indonesia tak punya lini depan yang moncer. Pemain naturalisasi yang berhasil didatangkan juga kebanyakan bertahan, bukan lini depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekilas, gaya main pressing dan serang balik, ini tak sulit diintegrasikan dengan total football. Dasar-dasar bertahan dan menyerang kolektif relatif sama.
Formasi 3-4-3 atau 3-5-2 yang biasa dipakai Shin kemungkinan besar akan diistirahatkan. Kecenderungan Kluivert adalah memakai formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tangan dingin pelatih baru ini akan langsung diuji Australia dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026, Maret nanti.
![]() |
Tandang ke Sydney jelas tidak akan mudah bagi Indonesia. Waktu persiapan menuju pertandingan ini pun sangat singkat. Bisakah transformasi strategi ini dijalankan?
Keputusan PSSI mengganti Shin tentu saja penuh risiko. Ada potensi kegagalan dalam dua laga terdekat, melawan Australia dan Bahrain pada 20 dan 25 Maret mendatang.
Namun, jika menang atau minimal imbang atas The Socceroos, asa akan melambung. Dengan adanya DNA sepak bola Belanda di Timnas Indonesia, potensinya pun besar.
Segala kemungkinan bisa menghiasi wajah Timnas Indonesia pasca-era Shin Tae Yong. Kalau melihat daftar pemain naturalisasi yang diincar PSSI, sepertinya akan garang.
Namun, tak menutup kemungkinan menjadi garing, sebab pergantian pelatih biasanya tak berjalan begitu mulus di awal. Timnas Indonesia bisa saja garing di 2025 ini.