Karena sudah menjalani hidup dengan level kedisiplinan yang tinggi, Tontowi tak butuh banyak waktu untuk beradaptasi ketika menjalani kehidupan sebagai atlet, termasuk saat ia baru mulai masuk Pelatnas Cipauyung.
"Kehidupan atlet tak jauh beda dengan kehidupan santri dai segi disiplin. Dari segi kerja keras pun sama. Kalau mau cepat hafal Al Quran, kan harus kerja keras. Kalau sebagai atlet, mau jadi atlet yang jago, harus berlatih keras. Jadi hampir sama basic-nya," ungkap Tontowi.
Walaupun kehidupan sebagai santri sudah lama berlalu, nilai-nilai santri terus dipertahankan Tontowi ketika ia merintis karier sebagai pebulutangkis. Di tengah-tengah turnamen berlangsung, Tontowi juga berusaha untuk tetap bisa menunaikan kewajiban salat. Kalau waktu bertanding bersamaan dengan waktu salat yang rentang waktunya singkat seperti Maghrib, Tontowi bisa menunaikannya dengan salat jamak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait doa-doa yang dipanjatkan, Tontowi mengaku ia juga punya kebiasaan meminta doa orang tua sebelum bertanding. Tontowi yakin bahwa doa orang tua adalah salah satu doa yang paling di-ijabah oleh Allah.
"Makanya kenapa waktu saya mau tanding, saya selalu minta doa kepada kedua orang tua. Saya juga berdoa agar diberi kemudahan dan kelancaran."
"Berdoa menguatkan saya dan menghilangkan grogi. Di tengah-tengah pertandingan juga saya sering berdoa. Yang pasti baca Bismillah, Al Fatihah, juga doa-doa lain yang saya pelajari di pesantren," tutur Tontowi yang memiliki emas Olimpiade, dua gelar juara dunia, tiga gelar All England, dan sederet gelar BWF Tour lainnya.