Persaingan ketat di sisi bek kiri Timnas Indonesia membuat pemain harus rela direposisi. Nathan Tjoe-A-On merupakan salah satu buktinya.
Pemain Swansea City ini saat pertama datang bermain sebagai bek kiri. Namun, karena ketatnya persaingan, pemuda 23 tahun ini dominan dimainkan sebagai gelandang bertahan.
Bagusnya, Nathan bisa menjalankan reposisi tersebut dengan baik. Karena itu pada era kepelatihan Shin Tae Yong, Nathan sering main sebagai gelandang, kendati bukan pilihan utama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal sama mungkin akan dirasakan Pratama Arhan dan Shayne Pattynama. Dalam hal ini Arhan dan Shayne kudu siap dimainkan sebagai winger atau gelandang dalam situasi tertentu.
Sebagai pemain, Arhan dan Shayne niscaya siap saja menjalankan arahan tersebut. Namun, psikologis dan kematangan teknis keduanya untuk reposisi ini belum tentu siap.
Sejarah mencatat, Arhan sempat bermain di posisi bek sayap kanan dan winger. Saat menjadi bek kanan kekuatannya kurang optimal, tetapi sebagai winger terbilang eksplosif.
![]() |
Bahkan, Arhan bisa menjadi senjata pelepas umpan silang jitu. Dengan kecepatan yang dimiliki, Arhan juga bisa menjadi senjata serangan balik yang efektif dan ampuh.
Adapun Shayne juga biasa berposisi sebagai winger. Sejauh ini jebolan akademi Ajax ini sudah menyumbang satu gol untuk Indonesia, yakni saat melawan Irak.
Paradigma sepak bola dunia saat ini memang membutuhkan pemain dengan karakter versatile. Serba bisa. Pemain yang bisa bermain di banyak posisi memudahkan pelatih meracik strategi.
Patrick Kluivert dan jajaran asistennya tentu pula sadar dengan hal tersebut. Itu mengapa Kluivert dominan memanggil sosok pemain bertahan dibanding pemain gelandang.
Lantas, apakah Arhan akan mendapat kesempatan main pada era kepelatihan Kluivert? Selama kelebihan Arhan masih dianggap strategi permainan, Arhan akan senantiasa punya peluang main.