Ujang juga mengungkapkan bahwa dirinya juga selalu menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai dalam pencak silat.
"Selama puluhan tahun hal itu yang saya ajarkan ke anak-anak. Alhamdulillah meski tak semua murid terus jadi atlet, tapi semoga nilai-nilai dari pencak silat bisa mereka terapkan dalam kehidupan," ia melanjutkan.
Alasan inilah yang membuatnya jatuh cinta pada pencak silat. Kebetulan pula, Ujang memegang teguh misi memelihara budaya bangsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sambil berlatih pencak silat, saya juga sempat coba taekwondo, karate dan sebagainya. Tapi saya kemudian kembali lagi ke pencak silat. Saya ingin menjaga pencak silat sebagai identitas kita sebagai orang Indonesia," ujar Ujang.
Ujang sudah malang melintang di berbagai perguruan pencak silat dengan berfokus pada kategori pra pemula dan pemula di sekolah-sekolah.
Selain Al Azhar, kini pelatih 59 tahun itu sedang membina siswa di Jakarta Islamic Boarding School di Megamendung, Bogor.
Ujang memimpin 31 siswa SMP untuk mengikuti Kejuaraan Pencak Silat CNN Indonesia di Padepokan Pencak TMII, Jakarta, pada 2-4 Mei.
Saat ditanya soal suka dan duka sebagai pelatih, Ujang mengaku rasa bahagia dominan menghiasi perjalanan hidupnya. Walaupun termasuk pelatih senior, Ujang mengaku enggan dipanggil 'Pak' atau 'Coach' ketika sedang melatih.
Sebab, prinsip egaliter adalah salah satu nilai yang dijunjung oleh pesilat. Ujang menyarankan anak didiknya cukup memanggil 'Kak' agar kedekatan antara pelatih dan murid tetap erat. Hal inilah yang membuat Ujang bahagia dengan pilihan hidupnya.
"Pelatih dan murid pada dasarnya harus saling menghormati. Semua anak di perguruan silat di tempat saya, memanggil pelatihnya dengan 'Kak'. Tidak perlu pakai 'Pak', 'Coach' atau sebagainya," kata Ujang.
Menurutnya, dengan sebutan 'Kak' itu pula, anak didiknya jadi lebih terbuka dengan kritik dan saran. Hal itu diperlukan untuk meningkatkan kemampuan atlet terutama dalam persiapan jelang turnamen.
"Kebetulan juga ada Kejuaraan Pencak Silat CNN Indonesia ini. Anak-anak harus tahu apa yang kurang sekaligus potensi mereka. Kalau anaknya sudah terbuka untuk bercerita dan mendengar, dia bisa berkembang," ucapnya.