Piala Sudirman memang seperti jadi trofi yang sulit dimenangkan bagi Indonesia. Setelah jadi juara lewat cara dramatis di edisi perdana, Indonesia justru menemui kegagalan demi kegagalan.
Bahkan di era 90-an ketika Indonesia punya kekuatan papan atas di semua nomor, Indonesia hanya tiga kali jadi runner up.
Hal serupa terjadi di era 2000-an. Indonesia yang kuat di nomor tunggal putra, ganda putra, dan ganda campuran juga harus puas tiga kali jadi runner up.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masuk ke era 2010-an, Indonesia tidak pernah lagi menyentuh babak final. Semifinal adalah babak tertinggi yang dicapai dan dihiasi satu kali gagal di fase grup.
Bahkan ketika masuk ke era 2020-an, Indonesia sempat dua kali beruntun gagal masuk ke semifinal. Barulah kali ini, Indonesia kembali ke babak semifinal Sudirman Cup 2025.
Latar belakang itulah yang turut membuat perjuangan Tim Badminton Indonesia di Sudirman Cup 2025 kali ini menjadi sangat diapresiasi. Penampilan di edisi kali ini dinilai jauh lebih baik dibanding dua edisi sebelumnya.
Pujian yang mengalir tidak lantas membuat standar Indonesia di dunia badminton menjadi menurun karena terbilang puas dengan hasil babak semifinal. Pujian yang ada saat ini adalah cerminan kepuasan atas perjuangan mati-matian pemain di lapangan dan tim pendukung di luar lapangan di tengah berbagai kendala dan keterbatasan.
![]() |
Karena itulah PBSI, yang menginjak usia 74 tahun pada 5 Mei 2025, wajib untuk tetap berbenah diri. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bila ingin melihat Indonesia kembali disegani.
Satu hal yang bisa jadi modal kuat dan terlihat jelas di Sudirman Cup adalah kengototan dan daya juang para pemain di lapangan. Tugas PBSI adalah memastikan daya juang yang pemain tunjukkan di Sudirman Cup itu bisa terus terlihat di tiap turnamen yang mereka ikuti.
PBSI harus berlomba dengan waktu karena bukan Sudirman Cup 2027 yang jadi pembuktian selanjutnya. Masih ada banyak ajang bergengsi, baik perorangan maupun beregu, termasuk Thomas dan Uber Cup tahun depan.
Di kategori perorangan, PBSI harus segera memutus tren buruk yang sudah berlangsung sejak awal tahun. Jangan jadikan hampa gelar sebagai kata-kata yang makin akrab di telinga ketika disandingkan dengan Tim Badminton Indonesia.
Selain BWF Tour, ada Kejuaraan Dunia yang merupakan level tertinggi turnamen perorangan tahun ini. Indonesia sudah tak punya juara dunia di tiga edisi terakhir.
Untuk nomor beregu, Thomas dan Uber Cup tahun depan akan lebih dulu datang. Indonesia menjadi runner up di edisi terakhir dan tentu peningkatan prestasi jadi tuntutan yang diharapkan terpenuhi.
Bila dalam 1-2 tahun ke depan PBSI bisa benar-benar membuat perubahan besar-besaran, terutama mendorong pemain muda masuk ke kelompok elite dunia, trofi-trofi bergengsi di dunia badminton bukan hanya sekadar melambai-lambai dari kejauhan, melainkan bisa kembali jatuh dalam pelukan.