Jakarta, CNN Indonesia --
Timnas Indonesia akan 'berperang' di Timur Tengah tepatnya Arab Saudi atau Qatar dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026, Oktober mendatang.
Konfederasi sepak bola Asia (AFC) telah menunjuk Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah fase keempat zona Asia Kualifikasi Piala Dunia 2026. Indonesia jadi satu-satunya non Asia Barat.
Ada lima tim Asia Barat, yakni Saudi, Qatar, Irak, Uni Emirat Arab, dan Oman yang akan menjadi lawan. Mengacu peringkat FIFA, Indonesia juga paling rendah dari kelima negara itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini jadi tantangan yang tidak mudah. Sejarah mencatat, kiprah Indonesia kerap kurang mulus saat berhadapan dengan tim-tim bangsa Arab, dari dulu hingga sekarang.
Tim Asia Barat pertama yang dihadapi Indonesia adalah Uni Emirat Arab. Dalam duel pada 26 April 1963 di Jakarta, Indonesia kalah 1-3. Usai itu imbang 2-2 dalam laga ulangan, sehari setelahnya.
Adapun tandang pertama Indonesia ke Timur Tengah terjadi pada 1993, yakni di Doha (Qatar), dalam Kualifikasi Piala Dunia 1994. Saat itu tim Merah Putih kalah 1-3 dari tuan rumah.
Sepanjang sejarah Timnas Indonesia (setelah Indonesia merdeka pada 1945 dan PSSI resmi jadi anggota FIFA pada 1952) ada 86 pertandingan tim Merah Putih melawan tim-tim Asia Barat.
Hasilnya, Indonesia menang 17 kali, 22 kali imbang, dan 47 kali kalah. Indonesia berhasil menyarangkan 81 gol, sedangkan tim-tim Timur Tengah itu mengoleksi 178 gol.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia masih kerdil dibanding tim-tim Timur Tengah. Namun, paradigma faktualnya, tim bangsa Arab tak lagi digdaya atas Indonesia.
Buktinya, tim Asia Barat terakhir yang dihadapi Indonesia adalah Bahrain, dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026, tak berdaya. Dalam laga pada 25 Maret 2025 itu Indonesia menang 1-0.
Arab Saudi yang adalah salah satu langganan Piala Dunia dari Asia juga sudah tak berdaya. Saudi tertahan 1-1 di kandang dan terjungkal 0-2 dalam laga tandang di Jakarta.
Bahkan, kiprah Indonesia saat tanding dalam format single round robin dengan sistem home tournament, di Timur Tengah, tepatnya di Kuwait, berbuah tiket ke Piala Asia 2023 (2024).
Ini menunjukkan Indonesia bukan lagi kacang negara-negara Asia Barat. Indonesia bukan kaleng-kaleng, bung. Namun, paradigma baru ini tak cukup untuk menjadi modal.
Baca kelanjutan berita ini di halaman berikutnya>>>
Melawan tim-tim Asia Barat, negara-negara Timur Tengah, Timnas Indonesia harus siap dengan gangguan non teknis. Begitu narasi yang selalu dan hingga kini masih dibangun.
Dalam hal ini kepemimpinan wasit jadi sorotan nomor satu. Elite AFC yang juga didominasi wakil Timur Tengah seolah menegaskan bahwa potensi 'intervensi' itu benar adanya.
Memandang sepak bola modern memang tidak bisa polos-polos saja. Hanya saja, psychological warfare (psywar) semacam ini sengaja dibangun lawan untuk melemahkan mentalitas.
Kalau sedari awal Timnas Indonesia, dalam hal ini orang-orang di PSSI dan tim kepelatihan, meyakini 'permainan' tuan rumah, sikap tempurnya akan berbeda. Bahkan anjlok.
Ada semacam kekhawatiran bahwa Timnas akan kalah karena tampil di negara Timur Tengah. Rasanya hal semacam ini tak perlu diglorifikasi oleh PSSI. Apalagi staf pelatih. Haram!
Siapapun nantinya yang akan dilawan Indonesia pada fase keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026, mau Qatar, Uni Emirat Arab, atau Irak, bukan soal. Paradigma sepak bola Indonesia sudah berubah.
Arab Saudi dan Bahrain sudah berhasil ditumbangkan di kandang dan ditahan imbang saat tandang. Ini sinyal kuat. Ini propaganda Indonesia sesungguhnya. Garuda tak bermental tempe.
Kendati, harus diakui pula, Indonesia masih jago kandang. Kemenangan atas Saudi dan Bahrain tercipta di Jakarta. Australia juga hanya bisa ditahan imbang saat main di kandang.
Saat tandang, malah dibantai. Sama halnya dengan fakta tim Merah Putih bak ayam sayur dan bukan burung pemangsa saat menghadapi Jepang dalam laga pemungkas. Tapi, cukup.
Ada waktu empat bulan bagi Patrick Kluivert untuk menonton, sampai berulang-ulang, semua pertandingan calon lawan yang akan dihadapi. Kekuatan lawan dikuliti habis.
Sebab hanya ini yang bisa dilakukan Kluivert sambil menunggu jeda internasional berikutnya pada September. Buku putih sepak bola Kluivert tentu juga harus matang.
Tak ada lagi coba-coba. Tak ada lagi mencari-cari. Masa perkenalan atau transisi sudah selesai. Kini saatnya bagi Kluivert membuktikan bahwa ia bukan sekedar boneka di Timnas Indonesia.
'Perang' yang sesungguhnya akan pecah pada Oktober nanti, karena itu, ini saatnya bagi Kluivert membangun propaganda dan psywar untuk mentalitas jaya Timnas Indonesia.
[Gambas:Video CNN]