Peluang masih terbuka bagi Timnas Putri Indonesia. Kesempatan sekecil apapun wajib diterjang.
Kalah lawan Pakistan wajib jadi pelajaran. Sebab, segala catatan di atas kertas cukup jadi acuan dan tak bisa jadi jaminan.
Hal ini sudah terbukti saat bersua Pakistan. Sebelum bertanding, Indonesia nyaris unggul di semua aspek dari peringkat FIFA hingga rekor pertemuan di laga sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun antiklimaks yang terjadi. Sang kiper, Iris de Rouw terpaksa memungut bola dua kali dari gawangnya. Tak ada gol balasan tercipta yang dicetak rekan-rekan setimnya.
Ada tiga kesalahan besar yang terlihat dari layar kaca. Kekurangan ini tentunya bisa diperbaiki di laga berikutnya.
Kelemahan pertama adalah salah umpan. Saat lawan Pakistan, kubu Indonesia banyak kehilangan bola karena arah operan yang tak semestinya. Padahal Pakistan tidak bermain dengan high press yang intens.
Kekurangan kedua adalah kolektivitas di antara pemain. Chemistry masing-masing pemain jauh berbeda seperti laga pertama lawan Kirgistan. Pergerakan pemain seakan tak seirama dengan arah bola yang sedang digiring. Banyak proses build up patah di tengah jalan.
Kemudian hal ketiga yang wajib diperbaiki adalah keluar mental juang untuk keluar dari tekanan. Setelah kebobolan di awal babak pertama, Claudia Scheunemann dan kawan-kawan kesulitan bermain klinis.
Mental pemain Pakistan perlu ditiru Indonesia saat lawan Taiwan. Di atas kertas, Taiwan berada di peringkat ke-42 sedangkan skuad Garuda Pertiwi di urutan ke-92. Tangga yang cukup jauh seakan laga sudah jadi milik kubu lawan.
Taiwan bahkan mengantongi bekal dua kemenangan beruntun kontra Pakistan dan Kirgistan dengan skor signifikan, menang 8-0 dan 3-0. Tugas berat menanti dalam menjebol gawang Taiwan untuk pertama kalinya di babak kualifikasi.
Kesempatan Indonesia begitu kecil? Sepintas demikian, tapi Timnas Putri Indonesia harus mati-matian.