Jakarta, CNN Indonesia --
Perjuangan Timnas Putri Indonesia di Kualifikasi Piala Asia 2026 berakhir dengan kegagalan. PSSI perlu memberi pijar matahari ke sepak bola putri.
Meminjam istilah Iwan Fals, pijar matahari adalah perhatian dan sentuhan kasih sayang untuk mereka yang termarjinalkan. Dalam hal ini adalah sepak bola putri Indonesia.
"Tak sanggup aku melihat lukamu kawan, dicumbu lalat. Tak kuat aku mendengar jeritmu kawan melebihi dentum meriam," begitu pekik Iwan Fals dalam lagu Berikan Pijar Matahari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tangis Safira Ika dan kawan-kawan yang pecah setelah takluk dari Pakistan juga dari Taiwan, bukan air mata buaya. Spanduk yang dibentangkan selepas laga jadi pesan tegas ke PSSI.
Isi spanduk tersebut, "Pak Erick, kapan Liga 1 Putri digelar?" Ketua Umum PSSI Erick Thohir dengan 'gagahnya' juga berkata tak takut tekanan.
Pesan pemain, suara suporter, dan pertanyaan wartawan soal kompetisi sepak bola putri, tak akan lagi dijawab. Erick keras pada pendirian.
Bagi PSSI, yang terpenting semua kategori usia Timnas Putri Indonesia bisa berjalan. Karena itu naturalisasi pemain digencarkan sebagai salah satu solusi kurangnya talenta.
Kompetisi, yang sangat dibutuhkan dan menjadi amanat statuta, bukan hanya soal penghasilan, pendapatan, sponsor, dan juga citra, tetapi juga berisikan nilai-nilai kemanusiaan.
Kegagalan Timnas Putri Indonesia ke Piala Asia Wanita 2026, setelah di edisi sebelumnya lolos, adalah pukulan telak. Ini jadi peringatan bahwa kompetisi sangat mendesak untuk digelar.
Kalaupun tidak, seyogyanya ada 'pijar matahari' yang berikan untuk sepak bola putri. Mungkin, turnamen seperti Piala Presiden, bisa menjadi solusi di tengah situasi tidak ideal.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Rata-rata usia skuad Timnas Putri Indonesia di Kualifikasi Piala Asia 2026 adalah salah satu yang tertua. Pemain termuda di Garuda Pertiwi adalah 28 tahun, yakni Vivi Oktavia.
Dari 23 nama yang didaftarkan dalam kualifikasi ini, tujuh di antaranya di bawah 20 tahun, delapan di bawah 23 tahun, tiga di bawah 25 tahun, dan sisanya di atas itu.
Dengan rata-rata usia ini, ada potensi besar di masa depan. Jika mendapatkan sentuhan yang tepat, pemain-pemain ini bisa menjadi wajah sepak bola Indonesia di pentas Asia.
Claudia Scheunemann misalnya, masih 16 tahun. Ia pemain termuda Indonesia di Kualifikasi Piala Asia 2026. Dan, Claudia bukan hanya jadi pemanis skuad, tetapi pilihan utama.
Ia dua kali menjadi starter dan sekali sebagai cadangan. Kendati tak mencetak gol, tampil di pentas senior melawan pemain-pemain lebih senior membuatnya kian matang.
Agar potensi Claudia, juga pemain muda lainnya seperti Helsya Maeisyaroh dan Sheva Imut meningkat, harus berlatih dan bertanding di kompetisi. Tidak mungkin hanya berlatih di Timnas.
[Gambas:Photo CNN]
Dengan situasi di dalam negeri yang hibernasi, pilihannya tinggal satu: berkiprah di luar negeri. Namun, tidak semua pemain punya keberuntungan bisa hijrah ke luar negeri.
Ada banyak kondisi yang memengaruhi. Dalam konteks ini 'pijar matahari' dari PSSI sangat dinanti. Istilah kasarnya pemain-pemain ini butuh subsidi silang kesempatan berkarier.
Saturo Mochizuki, pelatih Timnas Putri Indonesia, secara terbuka mengatakan, sepak bola Indonesia punya potensi berkembang. Namun dibutuhkan jalan yang sangat panjang.
Pilihan PSSI menggenjot sepak bola akar rumput, yang bekerja sama dengan swasta, tentu layak diapresiasi, tetapi tidak cukup sampai di situ. Dibutuhkan muara, yakni kompetisi.
Menuju tahun 2027, di mana PSSI ingin menggelar kompetisi, masih lama. Butuh kesabaran menuju hari yang dinanti itu. Jika tidak ada terobosan di sela-selanya, PSSI akan terus diteror publik.
[Gambas:Video CNN]