Sebagai juara Piala Eropa 1988 dan Liga Champions Eropa 1987/1988, saat masih aktif bermain, Gerald Vanenburg tahu betul dampak tekanan psikologis.
Peraih dua gelar Dutch Golden Boot, sama seperti Ruud Gullit, Ronald Koeman, Dennis Bergkamp, dan Rood van Nistelrooy, ini perlu memberikan tuahnya.
Pemain seperti Jens Raven, Arkhan Fikri, dan Dony Tri Pamungkas butuh serum juara. Bakat mereka kuat, seperti diakui Vanenburg, tetapi kematangannya belum teruji.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melawan tim seperti Malaysia dengan bumbu sejarah rivalitas yang panjang, bisa jadi sarana bagus untuk mengasah mentalitas dan daya juang di atas lapangan.
Dari dua laga sebelumnya, Vanenburg melakukan rotasi. Muhammad Ferarri dan Brandon Scheunemann yang starter lawan Brunei, sengaja tidak dimainkan pada laga kedua.
Sebagai gantinya Kadek Arel dan Kakang Rudianto diduetkan. Bek sayap Alfahrezzi Buffon juga tak kalah baik dari Frenky Missa atau Achmad Maulana saat dipercaya.
Dengan kata lain, Vanenburg punya pilihan bek yang sama baiknya untuk melawan Malaysia. Tinggal siapa yang dianggap cocok untuk meredam agresivitas lawan.
Beralih ke tengah, trio Robi Darwis, Arkhan Fikri, dan Toni Firmansyah juga solid. Victor Dethan yang dijadikan pelapis juga bisa memberi warna terang saat dimainkan.
Kiranya, hanya tinggal lini depan yang belum menjanjikan. Raven memang melesakkan double hattrick saat melawan Brunei, tetapi nirgol ketika jumpa Filipina.
Hokky Caraka juga belum menemukan hokinya. Pemain PSS Sleman ini masih kesulitan saat duel satu lawan satu dan tembakannya belum klinis saat punya peluang.
Akankah Timnas Indonesia U-23 menaklukkan Malaysia? Peluangnya sangat besar. Selama sindrom 'darah panas' pemain bisa diatasi Vanenburg, kemenangan bisa tercipta.
(rhr/rhr)