Gerald Vanenburg masih enggan berterus terang soal Arkhan Fikri. Ia hanya menyebut pemain terbaik Piala AFF U-23 2023 ini akan menjalani Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Harus di-MRI artinya juga cederanya serius. Pemain Arema FC ini terancam tak bisa main hingga Piala AFF U-23 2025 selesai, bahkan sampai beberapa bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa Arkhan, Vanenburg mengakui, ada jiwa yang hilang dari Timnas Indonesia U-23. Toni Firmansyah dan Robi Darwis, kompatriot Arkhan di tengah, kehilangan kompas jelajah.
Jika Arkhan benar-benar tak bisa main di semifinal, siapa penggantinya?
Sekilas, Rayhan Hannan pilihannya. Daya jelajah pemain Persija Jakarta ini memang mumpuni, tapi suka berlebihan. Padahal Rayhan bisa bermain lebih sederhana.
Peran sebagai konduktor tempo main tim belum bisa dijalankan dengan baik. Egonya masih tinggi: menggoreng bola lama-lama. Namun, ini bisa diatasi. Otak di lini tengah bisa dikonstruksi.
Beda halnya dengan naluri predator. Tak semua pemain punya. Sekalinya punya, belum tentu moncer saat melawan bek-bek kuat dan solid. Tajamnya hanya saat melawan tim lemah.
Jens Raven dan Hokky Caraka, dua ujung tombak Timnas Indonesia U-23, mati gaya di hadapan Filipina dan Malaysia. Mereka berdua sepertinya perlu penyuluhan mental agar tak stagnasi.
Sadar tak punya 'monster' lini depan, Vanenburg sepertinya punya rencana lain. Sebagai mantan winger tajam di era 1980-an, Vanenburg niscaya punya serum untuk lini depan.
Seperti apa? Hanya Vanenburg, tim pelatih, dan pemain yang tahu. Namun, rumus klasiknya, menjadikan winger atau gelandang sebagai mesin gol meraih kemenangan.
Dan memang, tak butuh banyak gol. Dalam turnamen, yang penting menang. Juga, cara menangnya penting, apakah indah, solid, atau garang. Menang skor berapa? Ini tak penting.
Kini, perjalanan Timnas Indonesia U-23 akan memasuki seri kedua: sistem gugur. Seperti serial 'Vikings', babak semifinal berarti saatnya menginvasi; menundukkan; menjajah.
(har)