Tak pernah juara ajang resmi di Gelora Bung Karno sejak SEA Games 1987 bukan tidak mungkin jadi beban bagi pemain. Paceklik gelar di Jakarta sangat dinantikan suporter Timnas.
Indonesia setidaknya tiga kali gagal di partai final saat main di GBK. Pertama, gagal di final SEA Games 1997, kedua di final Piala AFF 2002, dan ketiga gagal di final Piala AFF 2010.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Indonesia pernah mengangkat piala di GBK dalam turnamen kecil. Pada 2008 misalnya, juara Piala Kemerdekaan Indonesia. Saat itu tiga tim diundang, yakni Libya, Brunei, dan Kamboja.
Namun, sejarah negatif ini juga bisa menjadi motivasi. Semangat juang pemain berlipat ganda untuk mematahkan 'kutukan' tak bisa juara di stadion termegah negara ini.
Semangat juang Kadek Arel dan kawan-kawan tampak saat mengalahkan Thailand di babak semifinal. Sempat tertinggal 0-1, Indonesi U-23 berbalik unggul lewat adu penalti.
Mentalitas pemain tidak rubuh saat tertinggal. Mereka dengan sabar menggedor pertahanan Thailand yang rapat dan pragmatis. Dalam hal ini perjudian strategi Gerald Vanenburg jitu.
Berkaca dari laga melawan Thailand, lini pertahanan harus lebih disiplin. Jangan sampai terlalu bernafsu menguasai bola dan menekan sehingga lengah dengan serangan balik.
Kabar baiknya, Jens Raven yang sempat terpincang-pincang saat melawan Thailand, sudah berlatih normal. Meski tak dijamin bisa main penuh, situasi ini terbilang menggembirakan.
Kehadiran striker yang sudah mencetak tujuh gol di Piala AFF U-23 2025 ini memberi asa untuk membobol gawang Vietnam. Jika prima, Raven bisa jadi ancaman serius bek lawan.
Kebiasaan Rayhan Hannan yang suka egois dengan banyak menggoreng bola, pun telah menurun. Pemain Persija Jakarta ini tampil lebih efektif dan solid sebagai penyerang sayap.
Situasi ini, seperti jadi sinyal luat bahwa Timnas Indonesia U-23 akan membalas dendam kekalahan dalam edisi sebelumnya, sekaligus memutus sejarah negatif 38 tahun di GBK.
(jun)