Jakarta, CNN Indonesia --
Skuad Timnas Indonesia bisa makin mengerikan dua hingga tiga tahun mendatang seiring makin matangnya performa para pemain muda.
Kalimat paragraf pertama di atas bukan angan. Ia adalah harapan dan doa. Angan adalah ilusi, sedang harapan dan doa ialah mimpi. Antara keduanya memang sama-sama belum pasti terjadi.
Faktor X yang mendukung mengapa Timnas Indonesia akan garang dalam beberapa tahun ke depan adalah kualitas pemain muda. Rata-rata usia pemain saat ini akan memasuki masa kematangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemain seperti Jay Idzes, Mees Hilgers, Dean James, Yance Sayuri, Shayne Pattynama, Ole Romeny, juga Egy Maulana Vikri, akan mencapai usia performa top dalam periode kariernya.
Pada saat yang sama, pemain yang lebih muda seperti Rafael Struick, Nathan Tjoe-A-On, Marselino Ferdinan, Ivar Jenner, Justin Hubner, Elkan Baggott, dan Rizky Ridho, juga semakin berkembang.
Ini akan terjadi jika pemain mendapat menit bermain bersama klubnya masing-masing. Jika pemain hanya jadi penghias bangku cadangan, masa emas yang dikalkulasi itu bisa lepas.
Kabar gembiranya, pemain seperti Baggott, Hubner, juga Jenner, mulai jadi andalan klub. Mereka memang sudah langganan masuk skuad inti Timnas, tetapi di klub hanya pelapis yang 'disekolahkan'.
Pada awal musim ini, Baggott misalnya, rutin main bersama Ipswich Town selama pramusim. Kendati dominan sebagai pengganti, ini tanda bahwa Baggott akan naik kelas ke Championship.
Selama lima tahun ke belakang, sejak promosi ke tim utama Ipswich pada 2020, lima kali Baggott dikirim ke klub lain dengan status pinjaman. Awalnya main di League Two lalu naik ke League One.
Hal sama berlaku pada Hubner. Setelah dua musim bersama Wolverhampton Wanderers untuk main di kategori U-21 dan dipinjamkan ke klub Jepang, Hubner memilih pulang kampung.
Ya, Hubner memilih kembali ke Belanda, negara asal nenek moyangnya. Ia mendapat kontrak dari Fortuna Sittard. Sekilas, melihat periode awal di klub, Hubner akan jadi pemain inti.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>>
Bagaimana dengan Marselino Ferdinan? Seperti yang dikatakan pelatih Oxford United, Gary Rowett, musim ini akan menjadi medan pertarungan Marselino.
Jika dianggap belum pantas manggung di Championship, Marselino akan jadi cadangan mati di Oxford saat tetap bertahan. Kalau hal ini tak mau terjadi, ia harus disekolahkan atau dipinjamkan.
Kompetisi kasta ketiga Inggris bisa menjadi medan aktualisasinya. Yang utama bagi Marselino pada musim ini adalah mendapatkan menit bermain di klub. Karier di klub jadi fokus utama.
Bagi pemain yang berkarier di luar negeri, utamanya di Eropa, mungkin ekosistemnya sudah mendukung. Tinggal seperti apa disiplin dan motivasi diri sang pemain menentukan jalannya.
Bagaimana yang di dalam negeri? Ini yang menjadi pekerjaan rumah PSSI. Sebagai induk sepak bola Indonesia, PSSI harus menyiapkan ekosistem sepak bola elite agar produk untuk Timnas juga berkelas.
Sejarah mencatat, banyak pemain muda berbakat muncul di negeri ini, tetapi ujungnya tenggelam. Mereka ditelan masa karena ekosistem sepak bola nasional kurang mendukung untuk kian berkembang.
 Egy Maulana Vikri dan kawan-kawan yang berlaga di Super League juga mendapatkan persaingan sengit dari pemain asing. ( ANTARA FOTO/FAUZAN) |
Kini, dorongan dari sisi luar sudah ada. Pemain-pemain diaspora mengancam status mereka di Timnas Indonesia. Bila dorongan dari dalam diri lemah, mereka akan tersingkir.
Dari sisi dalam, kini ada banyak pemain asing di kompetisi kasta tertinggi Indonesia, Super League. Ini seperti dua mata pisau yang menguntungkan dan bisa pula mencelakai.
Pemain akan beruntung, jika memaknai kedatangan talenta-talenta luar negeri sebagai sarana menambah ilmu dan pengalaman. Namun, naifnya, hal ini cuma keluar dari lisan saja. Pemanis bibir.
Faktanya, hanya segelintir pemain yang punya dorongan lebih untuk melampaui para pemain asing tersebut. Para pemain malah banyak yang pasrah karena tak yakin bisa mengalahkan pemain asing.
Dengan situasi ini, apakah benar Timnas Indonesia akan sangat tiga tahun mendatang? Secara kalkulasi benar, tetapi harus disadari realitas sering kali tak sesuai dengan ekspektasi.
[Gambas:Video CNN]