Kepercayaan diri Vanenburg perlu diapresiasi. Tidak ada alasan untuk rendah diri sebelum maju dalam medan pertempuran. Namun, Vanenburg juga perlu sadar diri.
Sadar yang dimaksud adalah Korea bukan tim sembarangan. Tim asuhan Lee Min Sung itu menang beruntun dalam dua laga terakhir. Sudah paling produktif (12 gol), mereka sama sekali belum kebobolan pula.
Sementara Indonesia, baru bisa merebut kemenangan lawan Macau. Meski poin penuh didapat dengan hasil meyakinkan (5-0), Garuda Muda kehilangan kesempatan emas lantaran imbang lawan Laos.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak kuasa mencetak gol dan merebut kemenangan dari Laos perlu jadi bahan evaluasi penting bagi Timnas Indonesia U-23. Poin-poin krusial antara lain konversi peluang menjadi gol dan variasi serangan.
Melihat laga kontra Macau, Indonesia tercatat membukukan 27 kali sepakan yang 12 di antaranya tepat sasaran. Dengan lima gol yang tercipta, berarti tak sampai 50 persen peluang emas yang berbuah gol.
Situasi ini juga terjadi lawan Laos. Ada 15 kali tembakan yang sama sekali tak berbuah gol. Kala itu, Timnas U-23 buntu di permainan terbuka dan bola mati.
Pelajaran dari dua pertandingan terakhir dapat berguna bagi Timnas Indonesia U-23 guna menghentikan laju Korea. Karena bukan tak mungkin negeri Ginseng bakal habis-habisan demi mengamankan tiket lolos.
Bermain pragmatis adalah langkah realistis yang bisa diterapkan lawan Korea. Gaya bermain seperti Laos dapat diadaptasi Indonesia untuk membendung lawan.
Besar kemungkinan Korea tampil dominan karena menerapkan formasi 4-4-2. Menumpuk empat pemain belakang dan empat lagi di sektor tengah membuka kesempatan mereka untuk menguasai bola lebih leluasa.
Maka bakal lebih arif jika Vanenburg menaruh tiga bek tengah yang ditopang dua bek sayap. Komposisi tiga pemain tangguh seperti Kadek Arel, Muhammad Ferarri, dan Kakang Rudianto dapat diberi tugas ini.
Memanfaatkan eksplosivitas Dony Tri Pamungkas dan Alfharezzi Buffon di pos bek sayap dapat pula jadi pendukung dalam serangan balik. Rayhan Hannan dan Rafael Struick juga punya peran 'mematikan' di sektor penyerang sayap.
Sejatinya Indonesia punya sumber daya yang cukup untuk memberi perlawanan. Garuda Muda harus berjuang sepanjang peluit panjang belum berbunyi.
(jun)