3 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Usut Tuntas Belum Selesai
Tepat pada hari ini, Rabu (1/10), tiga tahun berlalu sejak peristiwa nahas Tragedi Kanjuruhan di Kepanjen, Kabupaten Malang.
Tragedi Kanjuruhan adalah sebutan untuk insiden meninggalnya 135 jiwa dan ribuan luka-luka suporter Arema FC setelah laga melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022.
Pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022/2023 ini sejatinya berjalan dengan lancar. Duel ini berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan tim tamu atau Persebaya.
Setelah pertandingan, sejumlah penonton turun ke dalam lapangan pertandingan. Di luar stadion, pemain Persebaya meninggalkan stadion dengan kendaraan lapis baja.
Dalam situasi tersebut, polisi menembakkan gas air mata ke lapangan pertandingan. Polisi yang bertugas juga menembakkan gas air mata ke arah tribune penonton.
Gas air mata ini menimbulkan kepanikan. Penonton berdesak-desakan keluar stadion. Desak-desakan ini yang akhirnya membuat banyak jatuh korban, termasuk korban meninggal dunia.
Karena tragedi ini, kompetisi dihentikan sementara. Pemerintah pun membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk menginvestigasi peristiwa ini.
Hasilnya, TGIPF menyebut ada kelalaian polisi. Gas air mata disebut sebagai penyebab utama tragedi ini. TGIPF juga merekomendasikan pihak yang terlihat dihukum berat.
Enam orang dijadikan tersangka tragedi ini. Mereka itu Ahmad hadian Lukita (Direktur PT LIB), Suko Sutrisno (Security Officer Arema FC), dan Abdul Haris (Panpel Arema FC).
Haris dihukum satu tahun enam bulan kurungan penjara, kemudian Suko satu tahun kurungan penjara, sedangkan Lukita wajib lapor selama satu tahun.
Lantas ada tiga polisi yang ditetapkan menjadi tersangka, Achmadi, Hasdarman, dan Wahyu Setyo. Dari ketiga polisi ini, hanya Hasdarman yang dijerat hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Namun, setelah tiga tahun berlalu, belum ada pihak yang dijadikan tersangka utama. Polisi yang memerintahkan dan menembakkan gas air mata hingga kini belum diungkap.
Karena tragedi ini pula akhirnya Mochamad Iriawan atau Iwan Bule mengundurkan diri dari PSSI. Dalam kongres pemilihan, Erick Thohir terpilih sebagai Ketua Umum PSSI.
Salah satu langkah yang dilakukan Erick imbas dari tragedi ini adalah transformasi sepak bola nasional. Hingga kini proses transformasi disebut PSSI masih berjalan.
Kini Arema FC juga sudah menggunakan Stadion Kanjuruhan lagi. Stadion ini digunakan setelah selesai direnovasi. Namun, atmosfer suporter Malang tidak sama lagi.
Begitu selesai direhabilitasi, Stadion Kanjuruhan bisa dipakai kembali oleh Arema FC. Namun, jumlah penonton Arema FC selalu sepi, tidak seperti dahulu lagi.
Untuk musim ini misalnya, Singo Edan sudah empat kali main di Kanjuruhan. Pada laga pertama ada 2.336 penonton dan menurun jadi 840 orang pada laga kandang kedua.
Sedangkan pada laga kandang keempat didatangi 819 penonton atau empat persen dari kapasitas stadion. Terakhir, saat menjamu Persib Bandung ada 5.400 penonton.
Prestasi Arema setelah Tragedi Kanjuruhan juga melorot. Jika sebelumnya Arema selalu di papan atas, kini dominan di papan tengah atau bahkan di papan bawah klasemen.
(abs/abs/rhr)