Pertandingan belum berlangsung 20 detik, gawang Timnas Indonesia U-17 sudah dibobol Zambia pada Selasa (4/11). Beruntung gol itu dianulir wasit.
Akhirnya, setelah pertandingan berlangsung 90 menit, Indonesia U-17 harus rela takluk dengan skor 1-3. Zambia, debutan di Piala Dunia U-17 2025, menoreh sejarah dengan manis.
Bagaimana performa tim asuhan Nova Arianto ini pada laga tersebut? Tidak terlalu buruk. Namun, harus diakui penampilan pemain pada 45 menit babak pertama kurang matang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada babak kedua, permainan Indonesia jauh membaik. Jumlah serangan lebih banyak dan operan serta tusukan yang dilakukan berhasil disusun, kendati tak berbuah gol.
Yang perlu jadi catatan, sisi kiri terlalu mudah ditembus. Pada saat yang sama sisi kanan kerap kecolongan, meski kebanyakan berakhir dengan keputusan offside.
Setelah kekalahan ini, Indonesia U-17 akan berhadapan dengan Brasil pada Jumat (7/11) malam. Ini lawan berat. Sebelumnya Brasil menang 7-0 atas Honduras.
Terakhir, Indonesia U-17 akan bentrok dengan Honduras pada Senin (10/11). Honduras memang tak punya talenta sebaik Brasil dan Zambia, tetapi tetap saja bukan lawan mudah.
Mengutip Yusuf Ibrahim, mantan Manager Sport ANTV dalam kolomnya 'Timnas U-17: Sudah Menang Sebelum Menang', sekali lagi publik Indonesia diingatkan untuk sadar diri.
"Negara-negara maju tidak pernah malu menurunkan ekspektasi. Karena mereka tahu, sepak bola adalah maraton, bukan sprint." Begitu tulis Yusuf mengingatkan. Ini sepak bola pembinaan.
Ya, sepak bola Indonesia baru sampai di level dunia dan belum bersaing di level itu. Karena itu perlu kiranya PSSI membuat kurikulum sepak bola baru tanpa meninggalkan Filanesia.
Jika Filanesia sudah mengantar ke level dunia, sudah saatnya terbitkan kurikulum jilid dua. Bagaimana cara Indonesia bisa bersaing di level dunia? Semoga jawabannya ada di Filanesia 2.0.
(nva)