Tak ada medali dari sepak bola putra seiring berakhirnya perjalanan Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025. Tapi kenyataan pahit ini tak boleh menghentikan perjuangan demi hari indah di masa depan.
Indonesia tersingkir dengan cara tragis karena hanya kalah produktivitas gol dari Malaysia. Perjuangan tim asuhan Indra Sjafri tetap perlu diapresiasi, meski banyak catatan untuk berkaca diri.
Kekalahan 0-1 dari Filipina adalah cermin Garuda Muda saat ini. Menang 3-1 atas Myanmar pun tetap perlu jadi bahan evaluasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia tampil tanpa identitas di awal babak pertama kontra Myanmar. Main kurang klinis, bola kerap lepas, hingga kewalahan membendung pressing lawan.
Hanya Toni Firmansyah yang terlihat paling militan. Sepakan keras di awal babak pertama jadi peluang emas perdana bagi Garuda Muda meski tak berbuah angka.
Selama 15 menit pertama Indonesia buntu. Sebaliknya, Myanmar bermain lebih lepas. Kolektivitas tim asuhan Hisashi Kurosaki lancar dalam menerapkan umpan pendek dari kaki ke kaki.
Akibatnya Myanmar membuka keran gol di menit ke-29. Sepakan terarah Min Maw Oo dari luar kotak penalti meluncur mulus di pojok kiri gawang Daffa Fasya.
Sadar ada yang tak beres, Indra Sjafri menarik Rayhan Hannan yang diganti oleh Zanadin Fariz. Permainan lebih dinamis tapi masih kesulitan mencari celah yang ditutup rapat oleh Myanmar.
Asa Indonesia kemudian terbuka di ujung babak pertama. Berawal dari sepak pojok di menit ke-45, bola awalnya ditangkap kiper Myanmar tapi si kulit bundar lepas dari genggaman dan mendadak lepas dan langsung disambar Toni Firmansyah.
Sayangnya babak kedua adalah dejavu paruh pertama terutama di 20 menit pertama. Lini tengah nampak bolong yang membuat Ivar Jenner kewalahan memutus serangan lawan sekaligus mendistribusikan bola.
Ivar yang pontang-panting di lini tengah membuat zona sepertiga lawan kurang dapat suplai. Umpan silang dari sisi sayap juga kurang maksimal.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>