Revisi Permenhub 32/2017 Hambat Manfaat Taksi Online

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Rabu, 05 Jul 2017 15:59 WIB
Padahal selama ini layanan ride sharing memberikan banyak maanfaat bagi masyarakat Indonesia, demikian pandangan dari Uber.
(CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Uber agak keberatan dengan aturan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2017 yang mengatur soal tarif atas dan tarif bawah dari layanan ride sharing.

Perusahaan itu mengungkapkan bahwa aturan tersebut berisiko menghambat berbagai manfaat yang dihadirkan model bisnis dan inovasi ridesharing pada masyarakat.

"Ride sharing telah diatur sejak tahun 2016 (dengan Permenhub 32/2016 dan revisinya: Permenhub 26/2017) dan kami mengapresiasi langkah pemerintah untuk menetapkan panduan dan aturan untuk model bisnis yang baru ini. Namun, revisi aturan tersebut justru berisiko menghambat berbagai manfaat yang dihadirkan ridesharing kepada para penumpang, mitra-pengemudi dan kota-kota kita," tulis Uber keterangannya resminya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada beberapa manfaat yang dimaksudkan perusahaan taksi online ini antara lain adalah berkurangnya biaya hingga 65 persen dan 38 persen waktu perjalanan ketika masyarakat menggunakan Uber ketimbang mobil pribadi.

“Sebanyak 43 persen dari mitra-pengemudi bukan berasal dari angkatan kerja sebelum bermitra dengan Uber – 28% di antaranya pengangguran. 61% dari mitra mengemudi bersama Uber < 10 jam per minggu," lanjut Uber dalam keterangan tersebut.

Uber juga mengklaim telah membuat 6 persen penumpang berhenti menyetir kendaraan pribadi dan 62 persen mengurangi frekuensi menyetir kendaraan pribadi setelah menggunakan Uber. Perjalanan di Indonesia pun disebut telah digunakan oleh pengunjung dari 76 negara di dunia.

“Sementara 20 persen dari perjalanan di Jabodetabek diawali dan diakhiri di area-area yang tidak diakses kendaraan umum dan 30 persen perjalanan di Jakarta terjadi pada pukul 22:00-02:00 saat transportasi publik sangat terbatas," tambahnya.

Alasan perlunya revisi PM 32 dipertimbangkan ulang

Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan 11 poin dalam Permenhub 26 tahun 2017. Empat poin utama, mulai dari penetapan tarif batas atas dan batas bawah hingga STNK berbadan hukum telah disepakati dan harusnya dijalankan sejak pada 1 Juli.

Namun Uber menyatakan bahwa pembatasan kuota dan biaya perjalanan serta beratnya persyaratan menghalangi masyarakat untuk berbagi tumpangan dan membatasi akses warga terhadap layanan mobilitas yang terjangkau dan aman.

"Hal-hal ini juga bertentangan dengan prinsip koperasi; serta berbeda dengan langkah pemerintah kota DKI Jakarta yang tahun 2016 menghapus kuota dan batasan tarif taksi demi terciptanya persaingan yang sehat dan memandang kuota dan biaya perjalanan ride sharing tidak perlu diatur karena melihat perbedaan model bisnisnya," sambungnya.

Ditambah lagi, persyaratan seperti pengalihan kepemilikan kendaraan, pemasangan kartu identitas dan nomor kontak pelanggan di interior mobil dan sticker di kendaraan dinilai tidak memiliki manfaat langsung bagi keselamatan dan kenyamanan. Persyaratan tersebut sudah tidak relevan karena taksi online memanfaatkan teknologi yang mampu memonitor keselamatan sebelum, selama dan sesudah perjalanan.

"Persyaratan akses data realtime perlu dikaji ulang karena merupakan informasi bisnis yang sensitif serta dapat melanggar hak privasi pengguna individu aplikasi Uber. Sangat penting juga pemerintah bisa mempertanggungjawabkan bagaimana informasi ini akan digunakan," argumen mereka.

Kendati demikian, Uber masih akan berkomitmen untuk bekerja sama dengan para pelaku industri dan pemerintah untuk mencari jalan ke depan yang memungkinkan perusahaan-perusahaan teknologi dapat mengubah kehidupan warga menjadi lebih baik.

(tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER