Importir Pelumas Kendaraan Tuding Ada Persaingan Tak Sehat

Rayhand Purnama | CNN Indonesia
Senin, 14 Mei 2018 17:35 WIB
Importir pelumas diharuskan mengeluarkan dana Rp500 juta untuk pengujian satu produk.
Keraguan konsumen terhadap perusahaan penyedia bahan bakar Pertamina pun kian bertambah. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) menolak Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk setiap produk pelumas di dalam negeri. Mereka menilai ada celah menuju persaingan usaha tidak sehat dalam industri pelumas jika aturan tersebut disahkan.

Menurut Ketua Umum Perdippi Paul Toar bahwa wacana ini tidak lain sebagai upaya untuk menghambat produk pelumas impor di Indonesia. Sebab persyaratan mendapatkan label SNI harus dilakukan pengujian dan membutuhkan biaya tidak sedikit. Adapun besaran biaya senilai Rp500 juta per jenis.

Bila perusahaan importir pelumas memiliki 40 jenis pelumas yang diwajibkan SNI, maka biayanya sekitar Rp20 miliar. Sertifikasi tersebut pun hanya berlaku empat tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan wacana itu menurut dia, tentu ini bakal mengurangi daya saing perusahaan kecil dan menengah lantaran biaya akan masuk harga yang dibebankan kepada konsumen.

"Artinya akan terjadi persaingan yang tidak sehat," kata Paul kepada wartawan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Paul pun menyebut jika ketentuan SNI diberlakukan, maka akan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bahkan berpotensi melanggar melanggar peraturan dan perundang-undangan lainnya.

Di mana sesuai UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas dan turunannya wewenang pengaturan soal mutu turunan minyak bumi seperti bahan bakar minyak dan pelumas berada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dilihat dari kacamata KPPU

Kepala Biro Humas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Aryanto pun berpendapat ada potensi persaingan usaha tak sehat dalam industri pelumas nantinya jika kewajiban SNI ditetapkan.

Dijelaskan Taufik, penerapan wajib SNI bakal membuat suplai oli atau pelumas di dalam negeri berkurang drastis terutama pelumas impor dan menyebabkan pasar dikuasai sebagian produsen saja.

"Bisa aja (seperti itu) kalau oli impor berkurang dalam jumlah signifikan. Jadi pilihan makin terbatas. Otomatis persaingan pasar oli berkurang," kata Taufik saat dihubungi CNNIndonesia.com.
"Teorinya, kalau pasokan impor berkurang konsentrasi pangsa pasar produsen dalam negri akan naik. Kalau produsennya banyak, tentu tidak masalah. Kalau cuma beberapa pelaku usaha aja, itu yang nantinya berpotensi ke bentuk-bentuk penguasaan pasar," ujar dia melanjutkan.

Oleh karena itu Ia berharap hal-hal tersebut dapat menjadi pertimbangan dari pemerintah, meski SNI wajib adalah upaya melindungi konsumen dan industri di Tanah Air.

"Ya tentunya kami berharap faktor ini juga menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam rencana SNI wajib tadi. Supaya pasokan oli dalam negri tetap stabil dan tingkat persaingan terjaga," kata Taufik.

Pertamina buka suara

Sebelumnya, perwakilan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto mengungkapkan bahwa SNI wajib untuk pelumas adalah hal penting lantaran produk ini digunakan untuk banyak hal, mulai manufaktur sampai dengan sektor transportasi.
Dia pun mengakui banyak desakan terkait itu termasuk dari asosiasi seperti Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (ASPELINDO) dan Masyarakat Pelumas Indonesia (MASPI).

"Kemenperin akan segera memberlakukan secara wajib, tunggu waktunya saja, karena ini sesuatu yang penting," ucap Harjanto.

Sementara Direktur Sales dan Marketing Pertamina Lubricants Andria Nusa menyatakan sebagai salah satu produsen pelumas mendukung wacana itu. Sehingga yang semula SNI hanya bersifat sukarela berubah menjadi wajib.

"Jika tidak maka itu bakal tidak dilakukan dan terus saja membawa ancaman bagi konsumen," tutup Andria. (mik)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER