Jakarta, CNN Indonesia --
Facebook mengungkapkan laporan
hak asasi manusia menunjukkan platformnya masih harus berbuat banyak di Myanmar.
Dilansir dari
Reuters, laporan hak asasi manusia tersebut tidak cukup untuk mencegah platformnya digunakan sebagai alat penghasut kekerasan.
Laporan oleh Business Social Responsibility (BSR) yang berbasis di San Francisco merekomendasikan agar Facebook lebih ketat menegakkan kebijakan kontennya. Mereka pun merekomendasikan agar Facebook meningkatkan keterlibatan dengan pejabat Myanmar dan kelompok masyarakat sipil dan secara teratur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya dengan merilis data tambahan tentang kemajuannya di negara tersebut.
"Laporan ini menyimpulkan bahwa, sebelum tahun ini, kami tidak melakukan aksi yang cukup untuk membantu mencegah platform kami digunakan untuk memecah belah dan memicu kekerasan offline. Kami setuju bahwa kami harus berbuat lebih banyak," ujar Alex Warofka. Manajer Kebijakan Produk Facebook, mengatakan dalam posting blog.
BSR juga memperingatkan bahwa Facebook harus siap untuk menangani kemungkinan penyerangan informasi yang salah selama pemilihan 2020 di Myanmar. Selain itu, BSR mengingatkan agar tak ada masalah baru karena penggunaan WhatsApp tumbuh di Myanmar.
Facebook mengatakan bahwa sekarang memiliki 99 spesialis bahasa Myanmar yang meninjau konten yang berpotensi dipertanyakan.
Sebuah laporan khusus
Reuters Agustus lalu menemukan bahwa Facebook gagal memberikan banyak peringatan dari organisasi di Myanmar tentang posting media sosial yang memicu serangan terhadap kelompok minoritas seperti Rohingya.
Facebook mengatakan telah mulai mengoreksi kekurangan. Pada kuartal ketiga, perusahaan mengatakan mengambil tindakan pada sekitar 64 ribu konten yang melanggar kebijakan pidato kebenciannya. Sekitar 63 persen diidentifikasi oleh perangkat lunak otomatis, naik dari 52 persen pada kuartal sebelumnya.
Facebook memiliki sekitar 20 juta pengguna di Myanmar, menurut BSR.
(age/age)