Jakarta, CNN Indonesia -- Sepeda motor paling kencang
Suzuki, GSX1300R alias Hayabusa, dikabarkan bakal pensiun pada tahun depan, tepat dua dekade sejak kelahirannya pertama kali.
Autocar India menjelaskan Hayabusa akan berhenti diproduksi pada Desember. Lantas unit-unit terakhir hanya tinggal menunggu waktu hingga akhirnya dipinang konsumen pada tahun depan.
Hayabusa bermasalah pada standar emisi Euro 4 dan aturan lainnya pada regulasi EU 168/2013. Regulasi itu berlaku pada 1 Januari 2016, namun produsen masih diizinkan menjual motor yang tidak sesuai hingga 31 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jepang sudah lebih dulu menghentikan produksi Hayabusa dan dikatakan unit tersisa bakal habis sebentar lagi. Pada 1 Januari 2019, dealer Suzuki di Eropa ilegal menjual Hayabusa.
Walau begitu Hayabusa masih dijual di pasar lain, seperti di Amerika Serikat (AS) dan India. Di AS dealer masih menjual stok unit tersisa sedangkan Suzuki di India dikonfirmasi belum ingin menghentikan produksi lokal Hayabusa.
Generasi BaruWalau sudah mendekati ajal, ada harapan Hayabusa berubah menjadi generasi baru dengan mesin modern. Dikatakan ada upaya Suzuki menyiapkan model pesaing Kawasaki ZX-14R.
Generasi pertama Hayabusa diketahui hadir pada 1999 dengan mesin 1.299cc, empat silinder, dan berpendingin cairan yang menghasilkan tenaga 173 tenaga kuda dan torsi 135 Nm. Hayabusa berhasil mencopot gelar Honda CBR1100XX Blackbird sebagai sepeda motor besar tercepat di planet bumi kala itu.
Generasi kedua datang pada 2008. Pada insinyur Suzuki memutuskan tidak mengubah banyak bagian sasis, namun mereka merasa masih bisa mengail lauapan tenaga dari mesin.
Mesin Hayabusa berubah dari 1.299 cc menjadi 1.340 cc bertenaga 197 tenaga kuda. Piston dan kepala silinder sedikit berubah desain untuk memenuhi hal itu dan sasis direvisi agar mendukung.
Hayabusa generasi dua pun mendapat 'suntikan' sistem injeksi bahan bakar baru dari GSX-R1000 dan dilengkapi sistem Suzuki Drive Mode Selector (S-DMS).
Di Indonesia Hayabusa meluncur pada September 2014 dengan harga Rp399 juta, lantas impornya dihentikan dua tahun kemudian.
(ryh/fea)