VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR), penyedia bus listrik untuk Transjakarta, bekerja sama Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta membangun laboratorium untuk pengembangan kendaraan listrik.
Kedua pihak telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada Kamis (2/6). Lab yang dibangun bertujuan menjadi pusat pengujian baterai listrik untuk kebutuhan komersial.
"Sebagai komponen utama dari kendaraan listrik, teknologi baterai yang ada saat ini masih mengalami banyak keterbatasan, sehingga masih sangat terbuka untuk dipelajari dan dikembangkan," kata Direktur Utama VKTR Gilarsi W. Setijono dalam keterangan tertulisnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia ada dua aspek keterbatasan teknologi baterai saat ini, yakni performa atau kinerja baterai dan harga bahan baku atau material baterai yang belum terjangkau.
Jika dua hal ini bisa diatasi, maka upaya pengembangan teknologi baterai dikatakan akan lebih maju lagi.
Soal performa baterai, lanjut Gilarsi, ada dua hal krusial, pertama tentang kemampuan kecepatan baterai mendistribusikan energi dan disimpan oleh baterai tersebut.
Selain itu baterai juga harus aman, tahan lama, pengisiannya cepat, ramah lingkungan, serta dibuat dengan biaya relatif murah.
"Segudang tantangan di masa depan itu telah menanti untuk kita pecahkan bersama, mengingat perkembangan teknologi baterai nantinya akan semakin meningkat pesat," kata dia.
VKTR adalah anak perusahaan Bakrie & Brothers Tbk (BNBR)
yang bergerak di bidang manufaktur elektrifikasi transportasi dan sejauh ini yang pertama dan masih satu-satunya penyuplai bus listrik untuk Transjakarta.
Pada awal Januari lalu VKTR sudah memberikan 30 bus listrik merek China, BYD, kepada Transjakarta. VKTR juga telah bekerja sama dengan produsen baterai asal Inggris BritishVolt, perusahaan karoseri Tri Sakti, perusahaan teknologi heavy mobility dari Inggris Equipmake, dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
Gilarsi menjelaskan posisi Indonesia dalam rantai produksi baterai kendaraan listrik sangat strategis sebab dikatakan memiliki cadangan nikel terbesar, yakni mencapai 52 persen total cadangan nikel dunia.
Potensi saat ini dirasa besar lantaran nilai ekonomi nikel semakin tinggi akibat perang antara Rusia dan Ukraina, sehingga memicu kekhawatiran menipisnya pasokan nikel.
"Saya kira ini merupakan peluang yang besar bagi kita sebagai negara produsen nikel terbesar untuk menjadi pemain nikel terkemuka terutama dalam rantai suplai bahan baku untuk baterai kendaraan listrik," katanya.
Laboratorium ini, Gilarsi menambahkan, nantinya terbuka dan memberikan peluang bagi siapa saja yang ingin bergabung, termasuk alumni dan mahasiswa UNS yang memiliki kompetensi di bidangnya.
(ryh/fea)