Memodifikasi knalpot sepeda motor dari model standar menjadi racing terus menjadi tren buat semua kalangan. Alasannya banyak, mulai dari memuaskan telinga sampai meningkatkan performa, tetapi perubahan seperti ini punya konsekuensi.
Desain knalpot standar telah disesuaikan dengan konstruksi mesin motor dengan melalui berbagai riset dan uji coba produsen.
Selain itu knalpot standar pabrikan juga memiliki nilai gas buang yang telah diukur dan sesuai aturan soal emisi sehingga pencemaran udaranya bisa ditakar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika knalpot dimodifikasi menggunakan jenis racing atau dikenal dengan sebutan brong, biasanya menghasilkan emisi lebih buruk.
Hal itu bisa disebabkan karena gas buang yang mengandung racun tidak tersaring dan ternetralisir dengan baik. Dampaknya adalah pencemaran udara yang membahayakan lingkungan mengutip situs resmi Suzuki Indonesia.
Lihat Juga : |
Tingkat kebisingan pada knalpot standar sudah teregulasi dan lulus uji sehingga tidak terlalu keras dan mengganggu lingkungan sekitar.
Suara yang dihasilkan knalpot racing cenderung lebih bising, ini dapat mengganggu pengguna jalan lain. Dalam kasus lebih ekstrem pengendara dapat ditegur langsung dan menyebabkan perkara lain.
Dealer motor Honda terbesar, Wahana Honda, menyebutkan memodifikasi knalpot adalah salah satu tindakan yang bisa menggugurkan garansi.
Kerugian bagi pemilik yakni tak bisa klaim perbaikan atau pergantian bila komponen sistem knalpot bermasalah.
Lihat Juga : |
Pengguna motor yang memakai knalpot racing di jalanan bisa ditilang polisi. Belakangan kepolisian sedang gencar menindak pengendara seperti itu.
Dasar hukum polisi bisa menilang salah satunya mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 285.
Pasal itu menjelaskan bahwa knalpot laik jalan merupakan salah satu persyaratan teknis kendaraan dapat dikemudikan di jalan.
Pasal 285 ayat (1) berbunyi, setiap orang yang mengemudikan motor di jalan tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
(ryh/fea)