
Gaikindo: Indonesia Bikin Bingung Dunia Coba-coba Biodiesel B35

Pelaku industri otomotif di dalam negeri, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku sempat khawatir dengan program Biodiesel 35 (B35) dari pemerintah. Namun, jelang implementasi pada 1 Februari 2023, mereka mengaku siap.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan sempat skeptis dengan implementasi B35. Ia bahkan menyebut langkah penggunaan B35 adalah coba-coba.
Namun, ia merasa semua berjalan aman saat masa uji coba. Hal itu ia sampaikan dalam acara Energy Corner Special B35 Implementation di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Industri otomotif juga coba-coba karena di dunia belum ada yang pakai B30 atau B35. Principle dari negara asalnya bingung semua, karena saat ini penggunaannya masih di bawah 10 persen semua," katanya, Selasa (31/1).
"Jadi waktu kami loncat B20 saja semua bingung, kemudian loncat B30, besok B35, teriak semuanya. Tapi dari hasil uji coba kelihatannya alhamdulillah bisa lewat. Kemarin coba di Dieng dan Bromo aman saja, gak ada masalah," imbuh Yohannes.
Salah satu kekhawatiran terhadap B35 yang merupakan campuran antara 35 persen bahan bakar kelapa sawit dan 65 persen BBM diesel jenis Solar adalah titik beku yang lebih tinggi. Meski demikian hal tersebut diklaim tidak masalah selama uji coba.
Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan butuh perjalanan panjang untuk merealisasikan B35 ini.
Ia menuturkan produsen setidaknya sudah sanggup memenuhi jumlah alokasi alias kebutuhan B35 Indonesia untuk tahun ini, yakni 13,15 juta kilo liter (KL). Bahkan, produksi Aprobi lebih dari jumlah tersebut.
"Volume yang kami produksi sampai hari ini kapasitas produksinya 17,5 juta KL. Jumlah alokasi B35 untuk 2023 itu sekitar 13 juta KL, artinya 75 persen dari kapasitas produksi kami. Teorinya ini cukup untuk mendukung program B35, tapi kapasitas sebanyak ini dijalani selama 17 tahun. Jadi bukan kemarin, tapi sudah lama sekali," ungkapnya.
B35 adalah campuran bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit, yaitu Fatty Acid Methyl Esters (FAME). Adapun kadar minyak sawitnya adalah 35 persen, sementara 65 persen lainnya merupakan BBM jenis solar.
Kementerian ESDM mengungkap program B35 merupakan langkah antisipasi lonjakan harga minyak dunia serta menekan impor Solar. Selain itu, program tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan.
Kebijakan soal B35 diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
(skt/fea)[Gambas:Video CNN]