Praktisi keselamatan berkendara Jusri Pulubuhu menyambut baik aturan baru pembuatan SIM yang harus menyertakan sertifikat pendidikan serta pelatihan mengemudi. Menurut Jusri peraturan ini bisa mengurangi peluang kecelakaan di jalan raya.
"Peraturan yang keluar ini saya anggap positif. Bagian dari filterisasi untuk dapat pengemudi kompeten, ramah, aman, nyaman, memiliki empati, sehingga dapat mengurangi peluang kecelakaan," kata Jusri saat dihubungi, Selasa (20/6).
Salah satu alasan Kepolisian menerapkan syarat baru bagi pemohon SIM A di Tanah Air karena minimnya etika mengemudi di jalan raya. Pengemudi dengan etika rendah dianggap rentan melakukan pelanggaran yang ujungnya dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kewajiban melampirkan sertifikat mengemudi untuk membuat SIM A juga merupakan implementasi aturan lama yang baru dijalankan sekarang.
Syarat baru dalam pembuatan SIM ini tercantum dalam Peraturan Polri Nomor 2 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Perpol Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi (SIM). Peraturan ini sudah diundangkan sejak 17 Februari 2023.
Kendati begitu, Jusri memberi catatan khusus sehingga penerapan ke masyarakat nanti dapat membuahkan hasil maksimal. Jusri bilang ketika implementasi dimulai, semua harus dilakukan secara ideal.
Menurutnya dengan dilakukan secara ideal, tujuan dari ketentuan anyar tersebut yakni menciptakan pengemudi berkompeten di jalan raya dapat tercapai.
Semua penerapan di lapangan harus dilakukan secara tepat tanpa pengecualian dan tebang pilih. Misalnya, sekolah mengemudi yang menjadi mitra semuanya harus terakreditasi, lalu memiliki metodologi pengajar sesuai kurikulum, instruktur berkualifikasi, hingga kelengkapan sarana dan prasarana.
"Lalu pelaksanaannya juga harus ideal. Jangan dalam arti kata ada yang coba-coba minta cepat. Semua harus ikutin ketentuan, tidak peduli atas bawahan, anak siapa, dan sebagainya," ungkapnya.
Secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai aturan terkait sertifikat mengemudi itu berpotensi memunculkan pos baru untuk praktik pungutan liar alias pungli anggota polisi.
"Ini sekilas adalah langkah bagus. Tapi kalau tidak dicermati hanya akan memperbanyak pos dan melegalkan pungli dengan perantara pihak ketiga," ujar Bambang mengutip Antara.
Menurut Bambang persoalan pertama dari aturan tersebut yaitu terkait siapa pemberi izin sehingga ada lembaga mengemudi yang dapat mengeluarkan sertifikat.
"Izin tersebut tentunya tidak gratis, sehingga lagi-lagi persoalan ini bermuara kepada kepolisian. Publik akan dikenakan biaya tambahan khusus yang tentu tidak murah selain biaya SIM," ujar Bambang.
Bambang mengingatkan semua pungutan pada masyarakat harus melalui kesepakatan pemerintah dan DPR RI. Kepolisian tidak bisa membuat syarat layanan publik degan memungut biaya sendiri tanpa landasan aturan terkait pungutan biaya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak (PMBP), kata Bambang, disebutkan segala pungutan yang dibebankan kepada rakyat harus seizin Dewan Perwakilan Rakyat.
"Kalau prasyarat sertifikat mengemudi itu tetap dipaksakan, harusnya publik mendapat kompensasi dengan menggratiskan biaya SIM," kata Bambang.
(ryh/dmr)