Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi masih belum yakin pasokan tebu di Tanah Air dapat memenuhi permintaan Pertamina untuk digunakan sebagai campuran bahan bakar bioetanol.
Ia bilang hal tersebut berkaca pada industri gula dalam negeri yang sekarang banyak tertolong akibat skema impor.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 20 persen kebutuhan gula konsumsi dalam negeri berasal dari impor. Sementara kebutuhan gula untuk industri makanan dan minuman 100 persen berasal dari impor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian Perdagangan turut mencatat total gula yang diimpor saat ini cenderung bertambah dari 2004. Kini impor gula dari awalnya 1 juta ton sampai 2 juta ton naik menjadi 5 juta ton per tahun.
"Tebu juga masih kurang, bikin gula saja masih kurang, masih impor. Jadi harus ditemukan dulu bioetanol mau dari mana," kata Nangoi ditemui di Jakarta, Kamis (13/7).
Nangoi menilai ketersediaan tebu sekarang bisa jadi tidak akan cukup jika harus dibagi kembali untuk memenuhi kebutuhan campuran bioetanol.
"Tidak mungkin cukup, karena Indonesia saja masih kurang, penghasilan tebunya masih kurang," ungkap dia.
Sebelumnya Pertamina mengumumkan bakal merilis bahan bakar bioetanol perdana yang dinamakan Pertamax Green. Bahan bakar untuk mesin bensin ini dibuat dari campuran produk Pertamax 92 dengan etanol 5 persen, yang diperoleh dari bahan nabati molasses tebu.
Keuntungan penggunaan BBM jenis bioetanol dianggap dapat mengurangi emisi gas karbon dioksida dan dapat meningkatkan kadar oktan jika dicampur ke produk BBM.
Menurut pemerintah bahan bakar tersebut akan mulai dijual di Surabaya pada Juli ini dengan banderol sekitar Rp13.500.
Nangoi menilai pabrikan kendaraan di dalam negeri tak memiliki masalah dengan kehadiran bioetanol. Kata Nangoi para anggotanya yang terdiri dari puluhan merek mobil tersebut menyambut baik.
Mobil-mobil yang dijual di Indonesia juga sebagian sudah dapat menggunakan bioetanol tapi dengan kadar campuran tertentu. Nangoi menambahkan mobil yang memang belum diperuntukan memakai bioetanol dapat dengan mudah 'dimodifikasi' pada bagian mesin sehingga cocok memakai bahan bakar tersebut.
"Tidak terlalu susah, hanya diganti-ganti sedikit," kata Nangoi.
(ryh/fea)