Trump Setop Dukung Mobil Listrik, Ngaruh ke Indonesia?
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump langsung mengeluarkan instruksi menghentikan dukungan untuk mobil listrik usai dilantik pada 20 Januari 2025. Arah kebijakan condong ke kendaraan berbahan bakar fosil ini diyakini bisa memengaruhi otomotif global tetapi diprediksi tak terlalu berefek untuk Indonesia.
Plt Deputi Infrastruktur Dasar Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI Rachmat Kaimuddin menjelaskan Trump memiliki arah kebijakan 'America First' yang memanfaatkan kekuatan domestik.
Racmat mengatakan Trump pernah menyinggung kekuatan domestik terbesar AS adalah minyak dan gas bumi serta teknologi untuk mengolahnya. Dia bilang Trump juga mengatakan AS punya industri otomotif yang kuat.
"Jadi kalau kita dari luar melihatnya AS ini ingin menggunakan kekuatan domestiknya dia untuk mendorong perenomian mereka, dan mengeluarkan dari tekanan Paris Aggrement," ujar dia.
Lihat Juga : |
Menurut Rachmat dampak hal itu untuk Indonesia tidak terlalu besar, bahkan dia bilang bisa positif.
"Tapi yang menurut saya bisa disayangkan, emisi (kendaraan) dari AS yang merupakan ekonomi terbesar dan penduduknya juga banyak, akan tambah banyak. Jadi ini buat dunia mungkin bukan berita bagus, tapi dari sisi ekonomi Indonesia dampaknya terbatas," katanya.
Sementara Indonesia, lanjut dia, akan tetap konsisten mendorong industri kendaraan listrik meski AS memilih jalan berbeda.
Indonesia, jelas Rachmat, memiliki prioritas berbeda dengan AS. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai swasembada energi.
Salah satu kekuatan domestik Indonesia dikatakan memiliki bahan baku untuk listrik seperti batu bara, hidro, bio termal dan biosolar.
"Jadi kita untuk menciptakan listrik ini banyak. Yang kita impor dua yang paling besar, pertama itu minyak yang kita gunakan untuk BBM dan juga LPG, Kita punya LNG tapi LPG enggak banyak," tutur dia.
Menurut Rachmat, elektrifikasi transportasi menjadi langkah strategis untuk mencapai tujuan swasembada energi.
"Mobilitas saat ini didukung oleh listrik. Elektrifikasi transportasi sangat sejalan dengan misi swasembada energi," tambahnya.
Rachmat mengungkapkan bahwa perkembangan EV di Indonesia menunjukkan tren positif. Pemerintah telah mengambil langkah strategis, dimulai dengan penerbitan Perpres 55/2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
"Investasi pertama datang dari Wuling pada 2022, yang memproduksi 10.000 unit. Saat itu, kami menyadari ada tiga hal yang perlu dipenuhi agar EV berkembang: SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum), produk yang banyak, dan harga terjangkau," paparnya.
Pemerintah kemudian memberikan insentif pajak untuk kendaraan listrik, yang berhasil meningkatkan penjualan dari 10 ribu unit pada 2022 menjadi 17 ribu unit pada 2023.
Kemudian pada 2024, angka ini melonjak menjadi 43 ribu unit, didorong oleh program baru yang membuat produsen mengimpor kendaraan listrik tanpa bea masuk selama dua tahun (2024-2025), dengan syarat mulai berproduksi di Indonesia pada 2026.
(can/fea)