Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan Dimyati Natakusumah mengatakan dorongan untuk melengserkan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dari tampuk kepemimpinan tidak bisa dilakukan sembarangan.
Dalam kondisi yang bersangkutan tidak mengundurkan diri maka pelengserannya hanya bisa dilakukan mellaui muktamar partai. "Pokoknya lewat muktamar, tidak bisa sembarangan. Partai itu punya ad/art," kata Dimyati saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (10/9).
Dimyati melanjutkan, kisruh yang terjadi Selasa (9/9) malam di kantor DPP PPP sangat disayangkan yang membuat Suryadharma meninggalkan rapat. Menurutnya, dalam rapat semalam telah terjadi pemaksaan kehendak dari para DPW PPP yang tidak bisa dibenarkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masa ada rapat dalam rapat yang memaksakan kehendak. Ketum hanya bisa dilengserkan kalau dia terkena pidana yang telah inkrah, berhalangan tetap dan mengundurkan diri," tegas Dimyati.
Lebih jauh Dimyati mengatakan suasana panas semalam di kantor DPP PPP karena adanya pihak provokator yang menginginkan Suryadharma melepaskan jabatannya secara paksa. Ia mengingatkan, meskipun Suryadharma telah menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Rencana untuk membicarakan arah koalisi partai berlambang Kabah dalam rapat pun buyar dan Dimyati menyayangkan malah terjadi debat kusir. "Ini tidak benar, kita partai dan ada aturan. Rencana mau bicarakan arah koalisi, namun malah rencana kudeta," paparnya.
Hingga saat ini PPP, melalui DPP tetap akan bertahan menjadikan Suryadharma sebagai Ketua Umum, meskipun tidak menutup kemungkinan pihaknya akan menggelar Muktamar Luar Biasa.