Pilkada oleh DPRD Bisa Tutup Calon Potensial

CNN Indonesia
Selasa, 09 Sep 2014 18:24 WIB
Korupsi politik muncul dari balas jasa yang harus diberikan kepala daerah kepada DPRD yang telah memilihnya. Kepala daerah akan menjadi mesin uang anggota DPRD.
Rapat komisi di DPR. (Rengga Sencaya/detikfoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD memiliki sejumlah kerugian. Kesempatan untuk memunculkan pemimpin daerah berkualitas jadi berkurang.

“Pilkada oleh DPRD menutup peluang bagi calon-calon potensial yang tidak direstui partai, tidak punya akses politik kuat dan modal besar, namun diinginkan rakyat,” kata peneliti ICW Donal Fariz alam konferensi pers 'Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pilkada oleh DPRD' di, Jakarta, Selasa (9/9).

Pemilihan kepala daerah lewat DPRD juga berpotensi menyuburkan korupsi politik. Jika praktik politik uang dalam pilkada langsung bersifat temporer atau sementara, maka korupsi politik dalam pilkada tak langsung bisa berlangsung sepanjang masa jabatan kepala daerah tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Korupsi politik itu muncul dari balas jasa yang harus diberikan kepala daerah kepada DPRD yang telah memilihnya,” kata Donal. Dengan demikian kepala daerah akan menjadi mesin uang anggota DPRD yang merasa lebih berkuasa atasnya.

Menurut ICW, ada enam faktor yang menyebabkan ongkos pilkada langsung membengkak. Pertama, tiket atau biaya pencalonan yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah kepada partai yang akan mengusungnya. Kedua, biaya kampanye untuk logistik dan menggerakkan mesin partai serta simpatisan si calon kepala daerah.

Ketiga, biaya jaringan untuk tim sukses, partai pengusung, dan relawan. Keempat, biaya saksi yang dikeluarkan kandidat kepala daaerah untuk tim pemenangannya. Kelima, politik uang yakni uang yang diberikan kepada pemilih dan penyelenggara pilkada. Keenam, suap sengketa pemenangan. Suap ini biasanya diberikan saat kampanye untuk digunakan sewaktu-waktu jika terjadi sengketa pilkada.

ICW menegaskan, solusi untuk menekan biaya pilkada langsung bukan dengan meniadakannya, tapi dengan menggelar pilkada langsung secara serentak. “Jadi tidak ada alasan bagi DPR untuk menyetujui kepala daerah dipilih DPRD,” ujar Donal.

RUU Pilkada saat ini tengah dibahas oleh Komisi II dan pemerintah. RUU inisiatif pemerintah ini ditargetkan rampung dua hari lagi, Kamis (11/9). Sebanyak enam fraksi di DPR yang seluruhnya merupakan anggota koalisi Merah Putih solid menginginkan pilkada oleh DPRD, sedangkan tiga fraksi sisanya –PDIP, PKB, dan Hanura– ingin pilkada tetap digelar langsung.

Sementara pemerintah berada di kubu PDIP yang menghendaki pilkada langsung. “Dari segi penghematan uang negara, memang sangat efisien pilkada lewat DPRD. Tapi demokrasi bukan soal uang. Kalau berani (menganut sistem) demokrasi, harus berani bayar. Masak mau pintar tapi tak mau bayar uang sekolah,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan.

Pemerintah yakin bisa membenahi kekurangan pilkada langsung dengan membuat aturan dana kampanye murah dan menggelar pilkada serentak untuk memangkas biaya secara signifikan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER