Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhak membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atas dasar subyektivitas.
“Kata Mahkamah Konstitusi, kegentingan itu subyektivitas presiden. Obyektifitasnya di tingkat DPR saat DPR melakukan persetujuan,” kata Denny di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/10).
Perpu dapat dikeluarkan jika ada tiga parameter yang menunjukkan kegentingan, yakni keadaan hukum yang mendesak, kekosongan hukum, dan ketidakpastian. Ketiga parameter itu, menurut Denny, saat ini terpenuhi sehingga penerbitan Perpu menjadi relevan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Parameter pertama terkait keadaan hukum yang mendesak, ujar Denny, terjadi karena Komisi Pemilihan Umum harus segera menyiapkan peraturan baru jika mekanisme pemilihan kepala daerah diubah. Padahal membuat aturan baru butuh waktu lama.
Alasan lain dalam menerbitkan Perpu adalah tidak terpenuhinya kuorum dalam pengambilan keputusan UU Pilkada. Berdasarkan Tata Tertib DPR, keputusan paripurna baru sah jika disetujui setengah dari total anggota yang hadir. Rapat paripurna saat itu dihadiri 496 anggota, maka seharusnya minimal ada 248 orang yang menyetujui UU Pilkada. Sementara UU Pilkada hanya disetujui 226 anggota DPR.
“Intinya secara hukum sudah jelas terlihat kegentingan yang mendesak,” kata Denny.
Namun penilaian akhir soal Perpu Pilkada ada pada DPR. “Masing-masing punya wilayah kerja. Hak menerbitkan Perpu ada di presiden, dan hak menilai itu ada di DPR. Presiden menghormati DPR,” ujar Denny.
UU Pilkada yang disetujui DPR dalam voting di rapat paripurna menuai protes dari rakyat yang merasa haknya dicabut dalam memilih kepala daerah. Presiden SBY kemudian mengeluarkan perpu untuk mengatur agar pilkada tetap dilakukan langsung oleh rakyat, dengan sepuluh aturan perbaikan sistem pilkada langsung.
SBY juga telah menyatakan Perpu adalah hak konstitusionalnya selaku presiden. Ia berharap DPR baru bakal menyetujui pepru itu supaya ada kepastian hukum bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah pada 2015.