Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Refly Harun menekankan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada 20 Oktober mendatang tetap sah meskipun sidang paripurna MPR tidak mencapai kourum.
"Presiden dan wapres itu mengucap sumpah untuk masyarakat, bukan untuk anggota Dewan," Refly menjelaskan saat dihubungi oleh CNN Indonesia, Ahad (12/10).
Refly menjelaskan mekanisme pelantikan presiden menurut undang-undang dasar 45 (UUD 45) adalah presiden dilantik dengan mengucap sumpah yang dipandu oleh Ketua Umum Mahkamah Agung (MA) dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seandainya sidang paripurna MPR tidak terlaksana, maka pelantikan diadakan di depan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika masih tidak bisa juga, maka pelantikan akan dilakukan di depan pimpinan MPR.
"Jadi, skenario terburuk, kalau misalnya karena sesuatu dan lain hal kemudian ada yang berupaya menghalangi pelantikan itu dengan menggagalkan sidang paripurna, sumpah tetap bisa dilakukan di depan Ketua MPR," dia menegaskan.
Refly mengatakan untuk skenario pelantikan di depan Ketua MPR, tidak perlu dilakukan di depan lima pimpinan MPR agar sah. Satu orang saja sudah cukup.
"Kalau ternyata hanya Oesman Sapta saja, yang kita tahu pro-Jokowi, datang nanti mewakilkan pimpinan MPR, itu juga sudah sah," kata dia.
Sebelumnya, Koalisi Merah Putih (KMP) memenangi voting pemilihan pimpinan Ketua MPR. Dari lima nama pimpinan, empat di antaranya berasal dari fraksi KMP yang merupakan pendukung Prabowo yaitu Zulkifli Hasan dari Partai Amanat Nasional (PAN), Mahyudin dari Fraksi Golongan Karya (Golkar), EE Mangindaan dari Fraksi Demokrat, dan Hidayat Nur Wahid dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), pelantikan presiden dan wapres terpilih mesti dilakukan di depan Sidang Paripurna MPR. Kuatnya pertentangan antara KMP dengan kubu Koalisi Indonesia Hebat, yang pro-Jokowi, mengembuskan wacana adanya penggagalan pelantikan presiden dan wapres pada 20 Oktober mendatang.