ULTAH EMAS GOLKAR

Sulur Panjang Politik Beringin

CNN Indonesia
Senin, 20 Okt 2014 15:40 WIB
Hari ini, usia Golongan Karya tepat setengah abad. Terpental bersama runtuhnya orde baru, namun tak pernah lekang.
Massa dan simpatisan Partai Golkar terlibat bentrokan dengan mahasiswa mpu tantular di Jl. Ahmad Yani, Cawang, Jakarta, Rabu (31/10). (Detikfoto/Indra Shalihin).
Jakarta, CNN Indonesia -- Akbar Tandjung merenung. Beberapa kali terdengar ia menghela nafas berat. Mantan Ketua Umum Golkar itu mencoba mengenang momen paling menegangkan dalam sejarah hidupnya sebagai politikus. “Masa keras itu datang ketika Pak Harto lengser,” katanya berbagi cerita kepada CNN Indonesia, awal September 2014. 

Kala itu, Akbar mengenang, di tengah hari pada medio 1999, dia dan rombongan hendak menuju tempat rapat umum Partai Golkar --partai yang ia dirikan sebagai metamorfosis dari Golongan Karya bentukan Orde Baru.

Tiba-tiba, “Braakkk!” Sebongkah batu sekepalan tangan mendarat di badan mobil yang membawa rombongan. Tak lama berselang puluhan orang menghadang arak-arakan yang menghantar Akbar itu. Mereka juga memblokade jalanan di daerah Solo, Jawa Tengah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami dievakuasi. Saya dan istri dipindahkan ke truk polisi, kami dijaga pakai senjata,” kata Akbar. “Setelah itu, saya dicegat di mana-mana, di Ngawi, Purbalingga, Temanggung, dan Jember yang saya ingat.”

Awal masa reformasi adalah massa yang menekan bagi Golkar. Partai berlambang beringin, yang sebelumnya lama menjadi tunggangan kediktatoran Suharto, terancam diamuk massa seiring tumbangnya rezim itu. Selama enam masa pemilu sebelum rontok pada 1998, Golongan Karya tak pernah keok.

Mereka selalu menjadi juara yang telah ditentukan sebelum pertandingan dimulai. Itu sebabnya, suara yang diraih hampir selalu di atas 60 persen. Melihat perjalanannya, Golkar memiliki jejak panjang. Sejarahnya bisa ditelusuri menjelang berakhirnya Orde Lama (Baca: Kisah Tentang Akar Beringin).

Golkar yang lahir hari ini pada 50 tahun silam, tepatnya 20 Oktober 1964, mengawali langkah di kancah politik Indonesia dengan semangat antikomunis yang dipimpin Orde Baru, Jenderal Suharto. Itu sebabnya, Golkar dan Orde Baru seperti dua sisi dari sekeping koin. Bahkan Akbar Tandjung punya istilah, “Golkar itu Orde Baru, Orde baru itu Golkar.” (Baca: Saling Tunjang di Awal Orde).

Resep kekuasaannya sebetulnya cukup klasik, menguasai secara penuh, dan tentu saja represif, semua sumber daya politik dan ekonomi. Tentu, saja rezim itu tak mengizinkan tumbuhnya oposisi. Semua harus ikut desain besar Orde Baru. Penguasaan semua jalur sumber daya politik, militer dan birokrasi itulah yang menjadikan Golkar sebagai sokoguru tunggal kekuasaan, menjadikan rezim Orde Baru berwajah totaliter. Misalnya, para ilmuwan politik yang mengkaji Indonesia di bawah Orde Baru menyebut rezim itu dengan label beragam, meskipun isinya sama: negara militer-birokratis, negara korporatis, dan semacamnya. (Baca: Jalan Tol Golkar di Jalur A-B-G).

Tentu relasi politik yang terjadi juga berasaskan prinsip saling menguntungkan. Penggalangan ke ormas di berbagai sektor, baik buruh, petani, pekerja kerah putih, militer serta birokrasi dilakukan sangat matang. Kombinasi kekuatan itu diramu apik oleh para penggagas Golkar dengan bantuan beberapa aturan yang direstui penguasa kala itu. (Baca: Jimat Sakti Pendongkrak Beringin).

Berkuasa selama lebih tiga dekade, membuat Golkar adalah partai yang menjadi tangan kekuasaan. Dulu, sulur kekuasaan partai berlambang beringin itu menerabas ke semua sektor. Ikatan yang terbentuk juga solid. Memang, sebagai ruling party yang sempat kandas pengaruhnya saat rezim Orde Baru jatuh, sejumlah buhul partai itu ikut terputus. Pada awal reformasi, dan partai itu sempat terpecah karena pertarungan keras di elite mereka.

Ada yang meninggalkan partai itu, dan bergabung dengan partai lain yang bersemangat reformasi. Ada juga yang bertahan, dan mengumpulkan sisa kekuatan untuk bertahan di lanskap politik baru. Dari yang bertahan itu, ada sejumlah elemen terutama angkatan muda. Mereka segera mendirikan Partai Golkar, yang dipimpin Akbar Tandjung, dan menyebutnya sebagai Golkar baru dengan visi baru.

Konsolidasi itu cukup berhasil. Mereka masih bisa meraup suara yang signifikan di pemilu awal reformasi. Hari ini, perjalanan kelompok yang bernaung di bawah panji beringin itu mencapai usia emasnya: 50 tahun. Tentu, ada banyak catatan pro dan kontra atas kiprah politik mereka, Namun, harus diakui para pendukung partai beringin masih cukup banyak, para kadernya terkenal cakap memainkan peran sebagai politikus.

Ahli politik dari UGM, Dr Dodi Ambardi, menyebutkan Golkar sebagai jenis partai yang punya tradisi politik panjang, terutama dalam soal berinteraksi dengan pendukungnya. Hubungan Golkar dengan pendukungnya mengalami apa yang disebutnya sebagai sedimentasi, atau pengendapan. Proses pengendapan itu terjadi dalam waktu lama, rezim demi rezim. Ikatan politik di basis sosial partai itu juga lumayan kuat.

“Tak perlu ada program yang jelas, tapi para pendukungnya terus menerus mengidentifikasikan diri mereka sebagai keluarga besar. Itu membuat mereka bertahan,” ujar Dodi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER